Saya pernah.
Dan sayangnya, setelah hampir satu dekade berhasil menghindari kelompok ini, saya terseret masuk kembali ke dalam lingkaran mereka secara terpaksa.
Mau keluar?
Ng... Kalau keluar terang-terangan, that's not cool....
Akhirnya saya pasrah saja berada di dalam kelompok ini, lagi... Dan mencoba meminimalisir interaksi saya, sebagaimana individu-individu lainnya yang sepertinya juga bernasib sama seperti saya.
Satu bulan... Dua bulan... Entah berapa bulan berlalu. Saya hanya diam menyaksikan kembali ricuhnya obrolan mereka. Sesekali kok, tidak setiap saat. Tapi setiap ada kehebohan di sana, saya selalu kembali merasa bagaikan orang asing yang berada di dalam lingkaran yang salah. Sedih... Kesepian... Tapi juga cemburu... Karena di hati kecil saya, saya ingin bisa berbaur secara alami dengan mereka. Namun saya tahu, saya sendiri tidak sanggup bisa menjadi sewarna dengan mereka.
Sampai akhirnya hari itu tiba. Hari ketika saya menemukan tulisan seorang kenalan lama tentang mengikhlaskan piutang.
Tunggu, tunggu... Piutang?? Apa hubungannya??
Sebenarnya di awal pun saya tidak melihat ada hubungannya sama sekali. Tapi setelah mencoba melakukan saran kenalan tersebut, ternyata kemudian saya temukan benang merahnya. Daripada berfokus pada piutang saya, saya justru menjadi lebih khawatir dengan utang saya. Ternyata ada satu utang yang selama satu dekade ini saya simpan dari mereka. Bukan, bukan utang uang, melainkan utang penjelasan. Saya pernah memegang amanah penting di lingkaran ini. Namun saya tidak cukup puas dengan akhir dari masa jabatan yang saya pegang. Saya menyelesaikan amanah saya dengan cara saya sendiri, tanpa memberikan penjelasan kepada mereka semua.
Saya khawatir. Jangan-jangan, ada yang mempertanyakan amanah saya dalam hal ini.
Maka akhirnya saya putuskan untuk mengontak mereka satu per satu. Saya jelaskan hal-hal yang hanya saya ketahui, padahal mereka sangat berhak mengetahuinya. Gugup sebenarnya. Saya tahu, saya tidak nyaman berinteraksi dengan mereka. Tapi tekad ini sudah bulat. Daripada menjadi beban pikiran saya di akhirat nanti, alangkah baiknya bila saya selesaikan di dunia sekarang.
Dua orang pertama mengatakan sudah lupa...
Satu orang malah tertawa...
Orang-orang berikutnya dengan tenang memahami...
Bahkan ada yang takjub dan berterima kasih atas apa yang telah saya lakukan...
Ya Allah... Apakah saya suuzhon selama ini?
Saya terlampau sibuk dengan prasangka sendiri sehingga saya malah membuat benteng di hadapan mereka.
Tampaknya sayalah yang secara sadar tidak mau berinteraksi dengan mereka... Bukan karena saya tidak cocok... Tapi saya sengaja membuat diri saya menjadi tidak cocok. Bukankah ini artinya saya yang sombong??
Astaghfirullahal 'azhiim...
Ampunilah hamba-Mu yang sombong ini yaa Allaah...
Hari ini, pikiran saya terbuka. Prasangka tak selalu nyata. Saya justru bersyukur sekali Allah takdirkan saya kembali terjebak ke dalam lingkaran mereka. Mungkin maksud Allah ini... Supaya saya berani menjalin kembali silaturahim dengan mereka... Supaya hilang prasangka buruk antara saya dengan mereka... Dan supaya saya dapat berbaur, meski dengan warna saya sendiri.
Masya Allah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar