Cincopa Gallery

...
Tampilkan postingan dengan label komunikasi produktif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label komunikasi produktif. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 September 2018

Aliran Rasa Game Level 1

September 27, 2018 0 Comments
Saat ini, saya kembali mengikuti kelas Bunda Sayang-nya Institut Ibu Profesional. Sebagai mahasiswa cuti, saya tidak perlu melaporkan ulang game yang sudah pernah saya lakukan. Sebaliknya, saya bisa melanjutkan nanti pada tahapan yang belum pernah saya ikuti.

Dalam mempraktikkan game level satu: komunikasi produktif ini, sampai sekarang masih naik-turun mood saya untuk melakukannya. Sangat diperlukan konsistensi dan penguatan kembali setiap saat. Di saat banyak kesibukan yang menyita waktu, bisa-bisa saya tidak ingat sama sekali dengan materi ini. Akhirnya sambil belajar kembali, saya buka dan baca lagi catatan lama saya ketika mempraktikannya. Aahh... Ternyata begini ya, saya setahun yang lalu. Penuh perjuangan dalam berkomunikasi dengan suami dan anak. Sayangnya masih tidak jauh berbeda dari sekarang. Masih ada pemicu, dan masih mudah direspon dengan amarah. Bedanya, pengalaman saya kini lebih bervariasi dari sebelumnya. Saya sudah lebih memahami dalam situasi bagaimana saya tidak bisa mengendalikan emosi saya, dan dalam situasi bagaimana suami ataupun anak tidak mau diajak berkompromi. Biasanya sih, karena masing-masing sama-sama capek dan atau terlalu lama melihat layar gadget. Jadi yang bisa saya lakukan seminimal mungkin adalah dengan mengurangi beban kerja saya sendiri, serta menemani anak lebih sering supaya screen time-nya berkurang.

Perjuangan seorang istri dan ibu dalam membangun rumah tangga memang tidak pernah mengenal kata berhenti, ya....

#aliran rasa
#komunikasi produktif
#kuliah bunsay IIP,

Kamis, 15 Juni 2017

Game Bunsay Level 1 Day 10: Susahnya Melatih Eye Contact (2)

Juni 15, 2017 0 Comments
#level1
#day10
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Image result for eye contact shy picture

Akhirnya, hari terakhir dari tantangan 10 hari di level 1 ðŸ˜‰ Alhamdulillah masih keburu posting di rentang waktu yang disediakan. Kali ini saya ingin menuliskan hasil praktik skill intensity of eye contact dua hari terakhir.

Sayangnya, di dua hari belakangan ini, kdalam konteks ini emampuan melatih eye contact saya kembali menurun. Yang saya perhatikan adalah saat saya asyik mengobrol dengan suami, dan suami bertanya tentang suatu hal ke saya, meskipun saya tahu apa yang akan saya katakan--kembali, mata saya menatap ke bawah ketika berbicara. Gara-gara itu, suami merasa saya ingin menyudahi pembicaraan, lalu ikut mengalihkan tatapan matanya dari wajah saya.

Yaaahh.... Sayang sekali.... 😞

Saya pernah membaca salah satu artikel yang menyatakan bahwa jika mata kita menatap ke bawah saat berbincang-bincang dengan orang lain, maka lawan bicara akan mengartikan bahwa kita ingin menyudahi pembicaraan.

Dari sinilah saya simpulkan, tidak hanya suami saya yang menjadi lawan bicara saya pada konteks ini yang menangkap "pesan" tersebut, tetapi juga banyak lawan bicara saya lainnya yang juga menangkap pesan yang sama. Padahal sebenarnya saya tidak bermaksud sama sekali untuk menyudahi pembicaraan... Yaa, ini hanya karena sudah menjadi kebiasaan dari dulu sehingga susah untuk diubah.

Saya akan berlatih terus dalam menguasai eye contact yang intens. Semangaatt!

Rabu, 14 Juni 2017

Game Bunsay Level 1 Day 9: Aku Ada Untukmu

Juni 14, 2017 0 Comments
Dua hari yang lalu, suami saya pulang sambil menahan amarah. Ada sebuah masalah dengan seseorang yang memang dari dulu selalu mudah menyulut emosinya. Tentu tidak perlu saya ceritakan ya, apa masalahnya, dan dengan siapa.... Yang pasti akibat masalah tersebut, wajah suami bertekuk cukup lama. Ia diam seribu bahasa. Saya tidak berani bertanya lebih lanjut apa penyebab pertengkaran yang ia lalui meskipun saya amat sangat ingin tahu. Saya khawatir jika itu saya lakukan, justru membuatnya mengenang kembali hal yang tidak menyenangkan.

Saya hampiri suami saya lalu langsung memeluknya. Saya katakan padanya untuk jangan menganggap kalau dia sendirian menghadapi semua masalah di hadapannya. Ada saya, yang senantiasa akan mendukungnya. Saya bukan orang lain, bukan juga lawannya, melainkan sayalah orang yang ada di pihaknya.

"Kita ngga saling berkompetisi siapa yang lebih hebat dibandingkan yang lain, Bang.... Kita satu tim!". Saya katakan hal itu sambil menatap matanya.

Suami saya mengangguk, lalu membalas dengan kecupan. Namun, ya, suami melakukan itu tanpa membalas kontak mata dengan saya. Dugaan saya, dia sedikit malu... hehe.

Saya harap, beliau melunak dan mulai mau sedikit lebih terbuka pada saya serta terbiasa berkontak mata dengan saya setiap kami berkomunikasi.

#level1
#day9
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Hasil gambar untuk eye contact quote

Senin, 12 Juni 2017

Game Bunsay Level 1 Day 8: Bicara dengan Mata

Juni 12, 2017 0 Comments


Hasil gambar untuk eye contact communication


Dua hari berlalu sejak tulisan terakhir saya. Saya sudah mulai mencoba intensity of eye contact manakala berinteraksi dengan suami, namun masih belum bisa konsisten. Saya rasa inilah tantangan tersulit bagi saya terhadap suami. Jadi usaha terkecil yang dapat saya mulai coba lakukan baru sekedar komunikasi dengan tatapan mata saja, tanpa ucapan verbal. Meskipun ini masih terjadi tanpa disengaja, namun saya rasa sudah ada sedikit peningkatan frekuensinya.

Hari pertama, misalnya, di pagi hari, saat si kecil sedang bertingkah menggemaskan, dengan sibuk berceloteh dan senam sendiri di tengah ruang kamar, di antara saya dan suami. Saya melirik suami dengan tatapan yang menyiratkan kegelian, suami pun membalas.

Hari sesudahnya, saat suami pulang dari kantor lalu masuk ke kamar. Sementara saya sedang berbaring di kasur sambil menyusui si kecil yang terlelap. Kami bertatapan mata untuk sepersekian detik yang saya rasa artinya adalah suami menyapa saya, lalu saya membalas sapaannya juga 😄.

Setidaknya baru komunikasi seperti ini yang bisa saya lakukan dalam melatih skill intensity of eye contact. Untuk ke depannya, saya akan berusaha mencoba melatih eye contact sambil bercakap-cakap ke suami.

#level1
#day8
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Jumat, 09 Juni 2017

Game Bunsay Level 1 Day 7: Susahnya Melatih Eye Contact

Juni 09, 2017 0 Comments
Beberapa hari terakhir saya stop menuliskan laporan Game Bunsay dikarenakan si kecil mendadak demam. Alhamdulillah hanya berlangsung sehari. Namun saya dan suami tetap waspada mana tahu demam si anak berulang lagi. Kemudian di hari-hari selanjutnya saya yang belum bisa fokus untuk memulai lagi praktik tantangan 10 hari karena memang saya tidak terbiasa menerapkan eye contact selama ini. Kebiasaan dari kecil memang sulit sekali untuk diubah, ya....

Sampai hari kemarin, saya masih berusaha selalu melakukan eye contact ketika bercakap-cakap dengan suami jika saya ingat. Namun tetap belum ada respon balasan berupa tatapan mata dari suami. Pastinya karena memang itu kebiasaan suami juga. Di samping itu menurut saya ada peran saya juga yang memang jarang melakukan eye contact yang intens pada suami sehingga suami pun tidak merasa perlu melakukan hal yang sama pada saya.

Hari ini dan besok, insya Allah, akan saya latih kembali 💪

#level1
#day7
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Hasil gambar untuk quote eye contact

Senin, 05 Juni 2017

Game Bunsay Level 1 Day 6: Sweet Moment with Hubby (2)

Juni 05, 2017 0 Comments
Hari Senin kemarin, saya putuskan untuk mengganti skill komunikasi produktif untuk dilatih karena saya anggap kaidah 7-38-55 sudah dapat saya kuasai. Insya Allah semoga ke depannya saya bisa selalu konsisten. Untuk tahap selanjutnya, saya memilih skill intensity of eye contact untuk saya latih.

#level1
#day6
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Hasil gambar untuk eye contact kohza vivi

Seharian kemarin, saya asyik mengikuti percakapan di grup whatsapp Manajer Keuangan IIP yang sedang membahas agenda kopi darat tahun depan. Ini pertemuan offline pertama kalinya. Saya merasa beruntung karena baru saja dilantik jadi manajer keuangan IIP Padang, dan ternyata langsung dapat undangan kopi darat skala (inter)nasional. Yang sedang asyik diperbincangkan adalah di mana lokasi kopi darat sekaligus workshop keuangan akan diadakan nantinya. Pilihannya sementara ada tiga lokasi: Padang, Singapura, dan Salatiga.

Saat awal-awal diusulkan, saya sudah pernah meminta izin ke suami untuk mengikuti acara ini. Seperti yang saya duga, beliau hanya mau memberi izin kalau lokasinya di Padang. Dan ketika mengatakan hal itu, ada sedikit perasaan yang tidak enak yang terpancar dari ucapannya. Yaa, sepertinya suami merasa agenda saya ini (lagi-lagi) akan buang-buang duit. Huff...

Jadi sambil menikmati obrolan di grup, saya tanyakanlah ke anggota lain, bagaimana tips supaya bisa mendapatkan izin suami dengan mudah. Wah, ternyata cukup banyak versi jawabannya. Pertama, perbanyak doa dari sekarang, karena doa ini senjata manjur seorang istri :) Lalu, jangan membicarakan hal ini saat suami baru pulang kerja. Carilah momen saat suami sedang santai. Bahkan ada pula yang menyarankan untuk memanfaatkan momen sesaat setelah memadu kasih dengan suami, karena itulah saat otak limbik suami terbuka lebar, jadi pas untuk memasukkan sugesti-sugesti yang positif ke dalam pikirannya :D Dan terakhir, tentu saja, gunakan skill komunikasi produktif yang dipelajari di kelas Bunda Sayang kali ini. Dari obrolan inilah, saya ingin mencoba melatih intensity of eye contact untuk memperoleh izin dari suami.

Saat suami sedang santai di sofa ruang tamu, dan si kecil bermain bersama kakek neneknya, saya hampiri suami. Beliau sedang asyik membaca–entah–apaan di smartphone-nya....

Saya  : "Yang, Tari pingin banget deh, bisa ikut workshop IIP tahun depan [sambil menatap intens ke matanya]. Kalau ada uang cukup, boleh ya Tari ikut, kalau jadinya di Salatiga atau di Singapur?"

Suami : [masih menatap layar smartphone dengan wajah cool tidak bergeming] "'Kan udah dibicarain kemarin. He-eh...."

Saya  : "Iya? Boleh?" [saya engga menyangka suami masih ingat, berarti dia menyimak ya, waktu saya bilang tempo hari, hehehe...] "Yang, Tari lagi dapat tugas IIP lagi nih, melatih eye contact ke pasangan kalau ngobrol..." [saya julurkan wajah saya di antara wajah suami dan smartphone-nya] "Praktekin bareng, yuk!"

Tanpa menanggapi dengan kata-kata, suami akhirnya membalas tatapan saya, lalu seketika memberikan kecupan ke pipi saya. Aaaww.... 💗💗💗

Alhamdulillah ternyata berhasil dengan manis. Bahkan saya bisa membuat tulisan ala-ala fanfic di postingan kali ini. Hihihi.... Suami ternyata tidak setidak peka yang saya duga. Mudah-mudahan selama sisa beberapa hari ke depan, saya bisa melatih terus skill ini sampai terbiasa, dan insya Allah, bisa memotivasi suami juga untuk mau melakukan hal yang sama.

Game Bunsay Level 1 Day 5: Ambil Wudhu untuk Meredam Emosi

Juni 05, 2017 0 Comments
Hasil gambar untuk wudhu

Pada praktik kaidah 7-38-55 di hari kelima kemarin, alhamdulillah aman sentosa, segalanya terkendali.

Ada juga saatnya ketika emosi itu naik saat berinteraksi dengan suami. Kali ini dikarenakan terdapat perbedaan standar kebersihan antara saya dengan beliau. Saat emosi marah itu terasa naik, saya masuk kamar mandi, lalu mengambil wudhu (karena memang kebetulan saya juga mau melaksanakan sholat Ashar). Cessssss..... Amarah yang tadinya bikin panas kepala, dalam sekejap hilang.

Oh, wow, subhanallah!

Saya pun kemudian kehilangan alasan untuk sewot ke suami. Hihihi.... Sisa hari pun kembali aman damai sentosa :D

#level1
#day5
#tantangan10hari
#komunikasi produktif
#kuliahbunsayiip

Minggu, 04 Juni 2017

Game Bunsay Level 1 Day 4: Saat Si Kecil Rewel

Juni 04, 2017 0 Comments
Hari kemarin, sama seperti hari sebelumnya, tidak ada situasi gawat darurat dalam momen komunikasi saya bersama suami. Setiap aktivitas berjalan aman terkendali. Saya sampai berpikir apakah mungkin saya sudah lulus menguasai kaidah 7-38-55 dan sudah bisa masuk ke skill komunikasi produktif berikutnya, ya? Namun saya putuskan jika sampai hari Minggu ini tetap tidak ada masalah berarti—karena kemungkinan muncul perselisihan adalah di saat weekend, saat saya memiliki waktu yang lama bersama suami—di hari Senin saya akan mulai beralih ke tantangan skill yang lain.

Hanya ada sedikit catatan, yaitu saat sore hari....
Hasil gambar untuk quotes baby cry

Pukul tiga sore, cuaca begitu panas. Cucian baju baru selesai diurus oleh suami. Tugas saya adalah menjemur pakaian di balkon lantai atas. Karena cuaca yang tidak bersahabat, sementara saya juga menemani si kecil yang suka menempel ke mana-mana, maka aktivitas menjemur cucian saya tunda. Disamping itu, cucian piring kotor juga sedang menumpuk di dapur. Saya belum sempat menyucinya karena di pagi harinya saya dan suami pergi keluar rumah. Mood saya untuk beraktivitas beres-beres rumah itu munculnya di pagi hari, khususnya saat anak tidur... Makanya jika agenda pagi hari sudah dipenuhi dengan acara ke luar rumah, maka saya baru bisa melakukan tugas beberes di sore hari, saat cuaca lebih adem.

Sekitar jam 3 sore itulah, setelah menaruh cucian baju ke balkon atas untuk selanjutnya saya jemur, suami masuk kamar dan tidur siang. Saya melanjutkan bacaan buku yang sedang asyik saya nikmati beberapa hari terakhir sambil menemani si kecil Sofie bermain di atas kasur. Dalam waktu satu setengah jam ke depan, saya, suami, dan si kecil sudah harus siap untuk berangkat menuju acara buka bersama teman-teman dosen Unidha. Sementara itu di lain pihak, kondisi cucian piring masih menumpuk dan cucian baju juga belum dijemur.

Menjelang pukul 3.30, Sofie saya susui. Tak lama terasa jeda antara tarikan nafasnya lebih panjang. Saya intip sejenak, tampak Sofie memejamkan matanya. Oh, rupanya si kecil mengantuk. Saya tutup mata saya sambil ikut merilekskan badan; salah satu taktik yang biasa saya lakukan supaya si kecil merasa ibunya ikut tidur bersamanya, sehingga ia akan lekas terlelap, dan saya bisa beraktivitas kemudian. Tapi, aduh, ternyata kondisi badan tidak mendukung saat itu... Ada "panggilan alam" yang membuat saya harus bergegas ke kamar mandi.

Akhirnya, mau tak mau, saya terpaksa menjauhkan diri dari Sofie.... Eh, ternyata dia merengek kencang. Rengekannya tidak berhenti, malah ia ikut bangun dan menunggui saya di depan pintu kamar mandi. Terang saja suami yang sedang enak terlelap jadi terbangun. Saya tak tahu apa yang dilakukan suami, tapi yang pasti ia berusaha menenangkan Sofie, tapi kemudian pasrah membiarkannya yang tidak mau diam, hingga saya keluar dari kamar mandi.

Suami : "Kenapa sih kamu, Nak, sekarang gampang rewel?"
Saya   : "Karena ngantuk ini Bang, belum pulas tidurnya, tapi Tari udah ninggalin...."

Sofie pun saya peluk dan susui kembali di tempat tidur. Tapi karena terbangun hingga berdiri tadi, rupanya matanya tak mau lagi terpejam. Mata bundarnya terbuka sambil terus menatap saya. Ngantuknya hilang, sepertinya. Suami pun akhirnya benar-benar bangun dari tidurnya.

Suami : "Cucian udah kamu jemur? Piring juga?"
Saya   : "Belum yang, dari tadi coba nidurin Sofie.... Tari biasa jemur baju pas Sofie tidur siang, kalau udah jam segini, agak susah...."

Sepanjang kejadian tersebut, saya yang biasanya merasa stres karena pekerjaan menumpuk, sementara ada agenda penting lain yang harus dilakukan dalam waktu dekat, tidak merasakan tekanan seperti itu sama sekali. Jadi selama bercakap-cakap menjawab pertanyaan suami, tidak ada intonasi suara yang terkesan meninggi atau terasa terintimidasi. Alhasil, suami pun tidak sebal saat merespon jawaban saya.

Saya rasa, sekali lagi saya berhasil membiasakan diri saya untuk menjaga intonasi suara saat berinteraksi dengan suami di situasi genting.

#level1
#day4
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Jumat, 02 Juni 2017

Game Bunsay Level 1 Day 3: Sweet Moment with Hubby

Juni 02, 2017 0 Comments
Sejujurnya tidak ada kejadian khusus di hari lalu yang dapat saya catat di sini. Kemarin seperti biasa suami berangkat ke kantor di pagi hari, lalu saya pun berangkat untuk mengajar siang harinya sampai petang. Kami baru berkumpul lagi menjelang sore hari, namun karena saya sedang ada tamu, interaksi dengan suami pun cukup terbatas. Sementara setelah jam makan malam, suami ada keperluan keluar rumah hingga mendekati tengah malam. Selama waktu perjumpaan yang cukup singkat kemarin, percakapan antara kami berlangsung santai seperti biasa saja.

Oh iya, ada satu perbuatan kecil yang saya lakukan sebelum suami pergi keluar rumah kemarin malam. Selagi kami duduk berdua di kamar, saya tanyakan kembali apakah temannya benar bisa datang ke rumah untuk memperbaiki laptop saya. Suami sih menjawab, "Lihat dulu", dengan acuh. Tapi bagi saya sudah tidak terlalu penting lagi apakah temannya benar bisa datang atau tidak (karena masalah di laptop saya sudah jauh berkurang, dan di kampus pun saya mengetahui ada teman yang kondisi kerusakan laptopnya lebih parah dari saya pasca kebanjiran). Saya katakan padanya kalau saya mengapresiasi tindakannya sehari sebelumnya, yang mana dari luar kesannya dia tidak peduli, tapi ternyata di belakang saya, dia menghubungi temannya untuk meminta bantuan untuk mengatasi masalah laptop saya. Karena di hari berdebat yang lalu saya masih gengsi untuk berterima kasih, maka pada saat kemarin itulah saya ucapkan terima kasih padanya sekaligus memberi suami sebuah ciuman di pipi. 

Namun, ekspresi suami tidak banyak perubahan. Yaa, saya anggap dia menerimanya dengan baik lah.... Hahaha....
Hasil gambar untuk quotes thank you

#level1
#day3
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Kamis, 01 Juni 2017

Game Bunsay Level 1 Day 2: Masalahmu bukan Masalahku (?)

Juni 01, 2017 0 Comments
Hasil gambar untuk quotes intonation

#level1
#day2
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip 

Kaidah 7-38-55

Dua hari yang lalu, terjadi musibah sekota Padang. Hujan lebat berjam-jam (benar-benar lebat, langit seperti marah, saya pikir) yang turun entah sejak kapan. Saya baru menyadarinya menjelang bangun untuk sahur. Karena si kecil sedang menyusu, saya tertahan untuk bangkit dari kasur. Suami pun mendului. Tapi ternyata... banjir! Rembesan air dari halaman masuk sampai ke dalam kamar. Tingginya sekitar 4-5 cm. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Hal ini berarti dua hal: pertama, hujan sudah berlangsung begitu lama dan curahan airnya begitu deras sehingga saluran air di pekarangan rumah kami tidak sanggup mengalirkan seluruh airnya ke luar, dan kedua, saluran air itu sendiri tersumbat oleh dedaunan kering atau sampah plastik. Dua-duanya betul! Jadilah kami sekeluarga siaga di dini hari tersebut. Suami mendorong air di dalam rumah dengan pendorong air karet semampunya, sementara saya mendudukkan si kecil di atas mainan kuda-kudaan kesayangannya yang bisa didorong ke mana-mana sembari bolak-balik menyiapkan masakan sahur untuk suami. 

Hujan baru benar-benar berhenti sekitar pukul 10 siang. Kota Padang hari itu lumpuh total. Hampir semua akses jalan tertutup karena banjir. Namun alhamdulillah masalah kebanjiran di dalam rumah sudah bisa kami atasi dua jam sebelumnya. Saya perhatikan tidak banyak barang yang perlu perhatian serius pasca tergenangi air. Jadi saya merasa tidak banyak kerugian kami akibat banjir ini.

Namun ternyata saya salah duga. Di malam harinya saya baru menyadari kalau laptop yang saya simpan di dalam tas tangan kulit saya lembab. Ternyata air tetap merembes masuk ke dalam tas yang memang saya letakkan di lantai tersebut dan membasahi sedikit sisi laptop. Saya pun membuka laptop, menyeka sisa air yang menempel di keyboard, dan meletakkan laptop di atas meja semalaman dengan harapan esok hari laptop kering dan bisa saya pergunakan kembali seperti sedia kala.

Pagi harinya, laptop yang tidak bisa menyala itu saya cas. Dugaan saya baterainya habis karena sehari sebelumnya saya habis memakai laptop tersebut cukup lama. Menjelang tengah hari, laptop saya hidupkan dan berhasil! Namun bukan layar pembuka biasa yang saya temui, melainkan layar putih terang, lalu kemudian menjadi hitam kelam dan muncul perintah untuk menjalankan sistem perbaikan. Saya, yang agak ragu harus melakukan apa, karena tidak terbiasa mengutak-atik sistem operasional komputer, bertanya pada suami yang sedang duduk tidak jauh menikmati film di depan komputer.

Baiklah, situasi genting dimulai. Dalam pikiran saya berkelebat banyak pertimbangan sekaligus. Pertama, saya tahu suami tipe orang tidak suka diganggu saat sedang melakukan aktivitas favoritnya, menonton film. Kedua, suami tidak suka didesak untuk melakukan suatu hal yang tidak direncanakan sebelumnya, namun juga tidak akan bergerak kalau tidak diingatkan berulang-ulang. Ketiga, apalagi jika berkaitan dengan pengeluaran yang tidak sedikit (dalam hal ini, ada kemungkinan saya harus ganti laptop). Keempat, laptop ini ibarat nyawa bagi seorang dosen seperti saya, jadi saya harus memperjuangkannya. Kelima, jika saya memutuskan untuk mengganggu aktivitas suami saat itu juga, saya harus menggunakan argumen yang singkat, masuk akal, dan intonasi suara yang tidak meninggi.

Akhirnya saya putuskan untuk mengatakan tentang kondisi laptop saat itu juga. Seperti dugaan saya, suami merasa terganggu, menjawab dengan tidak kooperatif, dan kesal. Kemudian daripada tidak ada solusi yang muncul, saya memutuskan untuk diam, dan memproses sistem perbaikan sendiri. 

Beruntung, hanya dua kali klik, tidak lama kemudian muncul tampilan layar laptop sebagaimana biasa. Saya cek file data perkuliahan saya, alhamdulillah masih ada. Namun saya menemukan ada masalah yang krusial, saya tidak mampu mengetik dengan baik. Dugaan saya masih ada air yang terjebak di dalam keyboard sehingga ada tombol-tombol di sisi bekas terkena air menjadi selalu aktif, padahal tidak saya tekan. Hal ini mengakibatkan tombol lainnya tidak dapat berfungsi.

Dengan kondisi yang seperti ini, kembali saya minta bantuan solusi dari suami. Saya masih mendapat respon yang sama, bahkan penolakan suami lebih alot. Segala alasan keengganannya untuk membantu saya saat itu saya patahkan dengan argumen singkat dan dengan intonasi dan bahasa tubuh yang terkendali. Saya katakan padanya bahwa saya membutuhkan kondisi laptop baik segera, untuk beraktivitas besok di kampus. 

Belum. Belum ada solusi dari beliau.

Dalam kondisi biasa, saya pasti sudah menangis menghadapi ketidakpekaan suami seperti ini. Tapi hari itu, seolah pengalaman saya mengatakan kepada diri saya kalau menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Bisa saja permintaan saya saat itu tidak langsung dijawab oleh suami.... Inilah yang namanya proses, bisa jadi perubahan sikap suami yang saya inginkan baru terbentuk berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan ke depan. Kalau saya menangis, suami justru semakin sebal, merasa terintimidasi, dan hasilnya justru tidak akan baik bagi kami berdua. 

Pada saat ini juga masuk selintas pikiran dalam benak saya. Suami saya sudah selama setahun ini mengalami gangguan mood dan kesehatan akibat masalah di lingkungan kerjanya. Masalah tersebut sangat besar andilnya membentuk sikap defensif dan tidak kooperatif suami di rumah. Saya berusaha mempertimbangkan hal tersebut sehingga saya jadi tidak terlalu makan hati atas sikap suami.

Saya pun memutuskan untuk melakukan hal lain yang saya bisa. Lalu dengan tenang saya minta suami untuk minggir dari komputer karena saya mau meng-input nilai mahasiswa. Tanpa ada keengganan sedikit pun, suami langsung beranjak dari tempat duduknya. Beliau masuk ke dalam kamar. Tidak berapa lama kemudian saya mendengar suara suami yang menelepon temannya yang biasa membantu servis komputer kami. Beliau menceritakan masalah laptop, lalu menanyakan apa yang harus dilakukan, sekaligus membuat janji perbaikan laptop Sabtu depan.

Entah mungkin karena taktik kaidah 7-38-55 saya yang manjur, atau memang karena suami berpikir nantinya komputer rumah akan selalu saya kuasai kalau laptop tidak bisa dipakai (hihi), yang pasti suami ternyata melakukan hal yang saya ingin dia lakukan, meskipun tidak langsung dilaksanakannya saat saya minta. Alhamdulillah....

Game Bunsay Level 1 Day 1: Kendalikan Intonasi Suaramu

Juni 01, 2017 0 Comments
Hasil gambar untuk quotes intonation

Dari sekian banyak pilihan komunikasi produktif yang disediakan di game level 1 kelas Bunsay ini, saya memutuskan untuk memilih Kaidah 7-38-55 untuk saya latih di awal. 

Apakah itu kaidah 7-38-55? Mari saya ulangi lagi penjelasannya:

Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude), aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi. Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).

Mengapa saya memilih opsi yang ini? Alasan klise perempuan barangkali ya, emosi naik-turun kalau bicara sama suami ^^'. 

Saya dan suami sama-sama berwatak keras kepala, jadi sama-sama keras dalam mempertahankan argumen saat berselisih paham. Dulu, awal-awal nikah, saya lebih suka memendam amarah saya jika kesal dengan sikap suami. Akibatnya, saya bisa menangis sendiri atau mendiamkan suami cukup lama. Lama-kelamaan saya lebih berani untuk beradu pendapat dengan beliau. Ngomel engga berhenti, istilahnya buat para suami kali, ya. Padahal setelah melakukan itu pun, justru membuat suasana makin tidak nyaman, dan tidak menghasilkan jalan keluar yang sama-sama enak untuk kami. 

Saya mungkin harus melakukan cara lain, jika ingin pendapat saya didengar oleh suami. Seperti kata pepatah, pernikahan itu bisa berlanjut bukan dengan mempertahankan kebenaran yang kita yakini itu benar (saat berselisih paham dengan pasangan), melainkan dengan mau mengalah meskipun kita benar. Dengan catatan, bukan berarti kita mau perasaan kita terzolimi begitu saja ya, tapi kita harus punya taktik mengalah untuk (nantinya) menang.

Bagaimana tuh, caranya bisa mengalah untuk menang? Nah, mengenai hal ini, saya rasa strategi komunikasi produktif yang diterangkan di Materi 1 Bunsay inilah jawabannya. Bismillah, dengan mengikuti kelas Bunda Sayang, saya berharap saya bisa mulai memperbaiki cara berpikir dan sikap saya terhadap si ganteng yang (insya Allah) menjadi pendamping seumur hidup saya ini. Jadi, mari kita mulai game tantangan 10 harinya!

#level1
#day1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Situasi emosional di hari pertama ini dimulai kemarin, saat suami meminta saya untuk membeli makanan untuk berbuka puasa. Karena aktivitas saya yang cukup padat (mengurus batita di rumah dan mengajar di kampus), saya memutuskan untuk tidak memasak di rumah. Sebagai gantinya, saya memesan katering rumahan untuk menu makan sehari-hari kami. Sayangnya suami saya tipe yang hanya bisa makan masakan tertentu saja. Hampir semua menu katering tidak cocok buat dirinya. Jadilah setiap menjelang berbuka puasa kami harus membeli menu tambahan di luar rumah.

Sayangnya kemarin itu menjelang waktu berbuka, saya agak lamban dalam beraktivitas. Biasanya pukul lima sore saya sudah siap untuk pergi ke luar mencari menu tambahan bersama suami. Pukul setengah lima, saya baru mulai memasak mi kuning goreng untuk makanan sampingan suami. Sementara itu, si kecil Sofie juga belum saya mandikan. Jadilah suami mengingatkan berulang-ulang supaya saya bergegas menyelesaikan pekerjaan rumah. Karena didesak inilah simpul nalar saya memendek, sebaliknya emosi saya meninggi. Terjadilah satu perbuatan kecil suami yang saya anggap malah menghambat pergerakan saya, dan ini menyulut emosi saya. Sudah suruh buru-buru eh kok dia malah menghambat begitu aja, pikir saya. Sontak saya mengomelinya dari kamar. Ups, terasa saat itu, wajah saya yang sebetulnya dingin karena habis dibasuh air di kamar mandi, memanas. Wah, ini ya yang terjadi kalau orang emosi, pikir saya lagi. Baru kali itulah saya merasakan wajah memanas gara-gara menahan kesal. 

Saya keluar dari kamar, berpapasan dengan suami yang tampak terkejut dengan kata-kata saya barusan. Beliau pun otomatis meresponnya dengan omelan amarah juga. Saya diam. Saya berusaha mengendalikan diri saya saat itu. Saya coba tidak mendengar omelan suami sampai tuntas dan memasukkannya ke hati demi menjaga emosi saya. Berdasarkan pengalaman, jika saya balas lagi kata-katanya, nanti justru situasi semakin tidak mengenakkan. Saya cobalah strategi baru saya, yaitu diam, menenangkan diri, dan nanti, hadapi suami dengan emosi yang lebih stabil. 

Akhirnya, beberapa detik kemudian kami sudah berada di dalam mobil. Suami diam karena sebal. Untungnya, saya termasuk tipe yang bisa cepat melupakan kejadian tidak mengenakkan dengan seseorang, jika saya mau. Saya pun memulai percakapan normal dengan suami tanpa mengungkit kembali kejadian yang barusan terjadi. Intonasi suara saya lebih riang, dan ekspresi wajah saya lebih santai. Tidak berapa lama, suami menyahuti juga. Awalnya masih dengan raut muka sebal, namun segera berubah menjadi lebih rileks. Obrolan kami pun alhamdulillah berlangsung dengan baik sepanjang perjalanan hingga di rumah seolah tidak ada pertengkaran sebelumnya.

Saya menyimpulkan kemampuan saya mengendalikan keadaan tadi, ditambah sikap saya selanjutnya yang lebih kooperatif dengan suami saat di rumah memberikan hasil yang lebih baik. Kalau saja di mobil saya menuruti emosi dengan lanjut mengomel mengungkit-ungkit kekeliruan suami, pasti justru akan saling mengotori hati kami berdua. Dan tentu saja penyelesaiannya tidak akan semudah ini.

Rabu, 31 Mei 2017

Game Bunsay Level 1

Mei 31, 2017 0 Comments
***SPOILER ALERT***

Bagi Bunda-Bunda IIP yang belum sampai pada tahap ini, diharapkan tidak membaca artikel ini demi menjaga rasa penasaran saat waktunya tiba nanti.

Semangat ibu profesional!



Game Kelas Bunda Sayang
Level 1

TANTANGAN 10 HARI KOMUNIKASI PRODUKTIF

Selamat Anda memasuki game level 1, di kelas Bunda Sayang ini.
Dan inilah tantangan bulan ini :

KOMUNIKASI KELUARGAKU

a. Pilihlah 1 poin dalam komunikasi produktif yang menurut Anda paling penting dan utama untuk dilatihkan pertama. Jika dalam waktu kurang dari 10 hari telah tercapai target perubahan, boleh lanjut ke poin berikutnya.

Panduan poin Komunikasi Produktif untuk Anak

Panduan Poin Komunikasi Produktif untuk Pasangan/Keluarga

b. Berlatihlah menggunakan poin tersebut.
Misal, Anda memilih melatihkan KISS. Maka latihkanlah setiap hari minimal selama 10 hari berturut-turut.

c. Ceritakan dengan narasi pendek dan boleh disertai foto atau video proses latihan Anda *setiap harinya*. Ceritakanlah:
✅ Hal menarik apa saja yang anda dapatkan ketika mempraktikkan poin tersebut dalam komunikasi sehari-hari bersama keluarga?
✅ Perubahan apa yang anda buat hari ini dalam berkomunikasi?

d. Waktu yang kami berikan dari tanggal 1-17 Juni 2017.

e. Anda cukup mengirimkan link tantangan Anda melalui Google Form dibawah ini
https://goo.gl/6iYll9

e. Penulisan tantangan boleh dilakukan melalui Blog/FB pribadi/Notes/ Instagram/Aplikasi Google.

f. Setiap kali membuat narasi/gambar /video tantangan, jangan lupa pakai hashtag
#level1
#day1 (ubah menurut hari setoran)
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

g. Bagi anda yang sudah menyelesaikan tantangan di level 1 ini dengan tepat waktu akan mendapatkan badge cantik bertuliskan
I'm responsible for my communication result
yang sudah disiapkan oleh para tim fasilitator bunda sayang.

Selamat berkreasi dalam membangun komunikasi

Salam Ibu Profesional,
/Tim Fasilitator Bunda Sayang Batch #2 2017/


Materi 1 Kelas Bunda Sayang IIP

Mei 31, 2017 0 Comments
***SPOILER ALERT***
Bagi Bunda-Bunda IIP yang belum sampai pada tahap ini, diharapkan tidak membaca artikel ini demi menjaga rasa penasaran saat waktunya tiba nanti.
Semangat ibu profesional!



Institut Ibu Profesional
Materi Kelas Bunda Sayang sesi #1
KOMUNIKASI PRODUKTIF
Selisih paham sering kali muncul bukan karena isi percakapan melainkan dari cara penyampaiannya. Maka di tahap awal ini penting bagi kita untuk belajar cara berkomunikasi yang produktif,  agar tidak mengganggu hal penting yang ingin kita sampaikan,  baik kepada diri sendiri,  kepada pasangan hidup kita dan anak-anak kita.
KOMUNIKASI DENGAN DIRI SENDIRI
Tantangan terbesar dalam komunikasi adalah mengubah pola komunikasi diri kita sendiri. Karena mungkin selama ini kita tidak menyadarinya bahwa komunikasi diri kita termasuk ranah komunikasi yang tidak produktif.
Kita mulai dari pemilihan kata yang kita gunakan sehari-hari.
Kosakata kita adalah output dari struktur berpikir  dan cara kita berpikir
Ketika kita selalu berpikir positif maka kata-kata yang keluar dari mulut kita juga kata-kata positif, demikian juga sebaliknya.
Kata-kata anda itu membawa energi, maka pilihlah kata-kata anda
Kata  masalah gantilah dengan tantangan
Kata Susah gantilah dengan Menarik
Kata Aku tidak tahu gantilah Ayo kita cari tahu
Ketika kita berbicara “masalah” kedua ujung bibir kita turun, bahu tertunduk, maka kita akan merasa semakin berat dan tidak bisa melihat solusi.
Tapi jika kita mengubahnya dengan “TANTANGAN”, kedua ujung bibir kita tertarik, bahu tegap, maka nalar kita akan bekerja mencari solusi.
Pemilihan diksi (Kosa kata) adalah pencerminan diri kita yang sesungguhnya
Pemilihan kata akan memberikan efek yang berbeda terhadap kinerja otak. Maka kita perlu berhati-hati dalam memilih kata supaya hidup lebih berenergi dan lebih bermakna.
Jika diri kita masih sering berpikiran negatif, maka kemungkinan diksi (pilihan kata) kita juga kata-kata negatif, demikian juga sebaliknya.
KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN
Ketika berkomunikasi dengan orang dewasa lain, maka awali dengan kesadaran bahwa “aku dan kamu” adalah 2 individu yang berbeda dan terima hal itu.
Pasangan kita dilahirkaan oleh ayah ibu yang berbeda dengan kita, tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang berbeda, belajar pada kelas yang berbeda, mengalami hal-hal yang berbeda dan banyak lagi hal lainnya.
Maka sangat boleh jadi pasangan kita memiliki Frame of Reference (FoR) dan Frame of Experience (FoE) yang berbeda dengan kita.
FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, bukubacaan, pergaulan, indoktrinasi dll.
FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang.
FoE dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi yang datang kepadanya.
Jadi jika pasangan memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda atas sesuatu, ya tidak apa-apa, karena FoE dan FoR nya memang berbeda.
Komunikasi dilakukan untuk MEMBAGIKAN yang kutahu kepadamu, sudut pandangku agar kau mengerti, dan demikian pula SEBALIKnya.
Komunikasi yang baik akan membentuk FoE/FoR ku dan FoE/FoR mu ==> FoE/FoR KITA
Sehingga ketika datang informasi akan dipahami secara sama antara kita dan pasangan kita, ketika kita menyampaikan sesuatu,  pasangan akan menerima pesan kita itu seperti yang kita inginkan.
Komunikasi menjadi bermasalah ketika menjadi MEMAKSAKAN pendapatku kepadamu, harus kau pakai sudut pandangku dan singkirkan sudut pandangmu.
Pada diri seseorang ada komponen NALAR dan EMOSI; bila Nalar panjang - Emosi kecil; bila Nalar pendek - Emosi tinggi
Komunikasi antara 2 orang dewasa berpijak pada Nalar.
Komunikasi yang sarat dengan aspek emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.
Maka bila Anda dan pasangan masih masuk kategori Dewasa --sudah bukan anak-anak dan belum tua sekali-- maka selayaknya mengedepankan Nalar daripada emosi, dasarkan pada fakta/data dan untuk problem solving.
Bila Emosi anda dan pasangan sedang tinggi, jeda sejenak, redakan dulu ==> agar Nalar anda dan pasangan bisa berfungsi kembali dengan baik.
Ketika Emosi berada di puncak amarah (artinya Nalar berada di titik terendahnya) sesungguhnya TIDAK ADA komunikasi disana, tidak ada sesuatu yang dibagikan; yang ada hanya suara yang bersahut-sahutan, saling tindih berebut benar.
Ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas komunikasi Anda dan pasangan:
1. Kaidah 2C: Clear and Clarify
Susunlah pesan yang ingin Anda sampaikan dengan kalimat yang jelas (clear) sehingga mudah dipahami pasangan. Gunakan bahasa yang baik dan nyaman bagi kedua belah pihak.
Berikan kesempatan kepada pasangan untuk bertanya, mengklarifikasi (clarify) bila ada hal-hal yang tidak dipahaminya.
2. Choose the Right Time
Pilihlah waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan. Anda yang paling tahu tentang hal ini. Meski demikian tidak ada salahnya bertanya kepada pasangan waktu yang nyaman baginya berkomunikasi dengan anda, suasana yang diinginkannya, dll.
3. Kaidah 7-38-55
Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude) aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi.
Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).
Anda tentu sudah paham mengenai hal ini. Bila pasangan anda mengatakan "Aku jujur. Sumpah berani mati!" namun matanya kesana-kemari tak berani menatap Anda, nada bicaranya mengambang maka pesan apa yang Anda tangkap? Kata-kata atau bahasa tubuh dan intonasi yang lebih Anda percayai?
Nah, demikian pula pasangan dalam menilai pesan yang Anda sampaikan, mereka akan menilai kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh Anda.
4. Intensity of Eye Contact
Pepatah mengatakan mata adalah jendela hati
Pada saat berkomunikasi tataplah mata pasangan dengan lembut, itu akan memberikan kesan bahwa Anda terbuka, jujur, tak ada yang ditutupi. Disisi lain, dengan menatap matanya Anda juga dapat mengetahui apakah pasangan jujur, mengatakan apa adanya dan tak menutupi sesuatu apapun.
5. Kaidah: I'm responsible for my communication results
Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan.
Jika si penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan salahkan ia, cari cara yang lain dan gunakan bahasa yang dipahaminya.
Perhatikan senantiasa responnya dari waktu ke waktu agar Anda dapat segera mengubah strategi dan cara komunikasi bilamana diperlukan. Keterlambatan memahami respon dapat berakibat timbulnya rasa jengkel pada salah satu pihak atau bahkan keduanya.
KOMUNIKASI DENGAN ANAK
Anak –anak itu memiliki gaya komunikasi yang unik.
Mungkin mereka tidak memahami perkataan kita, tetapi mereka tidak pernah salah meng copy
Sehingga gaya komunikasi anak-anak kita itu bisa menjadi cerminan gaya komunikasi orangtuanya.
Maka kitalah yang harus belajar gaya komunikasi yang produktif dan efektif. Bukan kita yang memaksa anak-anak untuk memahami gaya komunikasi orangtuanya.
Kita pernah menjadi anak-anak, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orangtua, sehingga sudah sangat wajar kalau kita yang harus memahami mereka.
Bagaimana Caranya ?
a. Keep Information Short & Simple (KISS)
Gunakan kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk
⛔Kalimat tidak produktif :
“Nak, tolong setelah mandi handuknya langsung dijemur kemudian taruh baju kotor di mesin cuci ya, sisirlah rambutmu, dan jangan lupa rapikan tempat tidurmu.
✅Kalimat Produktif :
“Nak, setelah mandi handuknya langsung dijemur ya”  ( biarkan aktivitas ini selesai dilakukan anak, baru anda berikan informasi yang lain)
b. Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah
Masih ingat dengan rumus 7-38-55 ? selama ini kita sering menggunakan suara saja ketika berbicara ke anak, yang ternyata hanya 7% mempengaruhi keberhasilan komunikasi kita ke anak. 38% dipengaruhi intonasi suara dan 55% dipengaruhi bahasa tubuh
⛔Kalimat tidak produktif:
“Ambilkan buku itu !” ( tanpa senyum, tanpa menatap wajahnya)
✅Kalimat Produktif :
“Nak, tolong ambilkan buku itu ya” (suara lembut , tersenyum, menatap wajahnya)
Hasil perintah pada poin 1 dengan 2 akan berbeda. Pada poin 1, anak akan mengambilkan buku dengan cemberut. Sedangkan poin 2, anak akan mengambilkan buku senang hati.
c.  Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan
⛔Kalimat tidak produktif :
“Nak, Ibu tidak ingin kamu ngegame terus sampai lupa sholat, lupa belajar !”
✅Kalimat produktif :
“Nak, Ibu ingin kamu sholat tepat waktu dan rajin belajar”
d.  Fokus ke depan, bukan masa lalu
⛔Kalimat tidak produktif :
“Nilai matematikamu jelek sekali,Cuma dapat 6! Itu kan gara-gara kamu ngegame terus,sampai lupa waktu,lupa belajar, lupa PR. Ibu juga bilang apa. Makanya nurut sama Ibu biar nilai tidak jeblok. Kamu sih nggak mau belajar sungguh-sungguh, Ibu jengkel!”
✅Kalimat produktif :
“Ibu lihat nilai rapotmu, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ada yang bisa ibu bantu? Sehingga kamu bisa mengubah strategi belajar menjadi lebih baik lagi”
e. Ganti kata ‘TIDAK BISA” menjadi “BISA”
Otak kita akan bekerja seseai kosa kata. Jika kita mengatakan “tidak bisa” maka otak akan bekerja mengumpulkan data-data pendukung faktor ketidakbisaan tersebut. Setelah semua data faktor penyebab ketidakbisaan kita terkumpul , maka kita malas mengerjakan hal tersebut yang pada akhirnya menyebabkan ketidakbisaan sesungguhnya. Begitu pula dengan kata “BISA” akan membukakan jalan otak untuk mencari faktor-faktor penyebab bisa tersebut, pada akhirnya kita BISA menjalankannya.
f. Fokus pada solusi bukan pada masalah
⛔Kalimat tidak produktif :
“Kamu itu memang tidak pernah hati-hati, sudah berulangkali ibu ingatkan, kembalikan mainan pada tempatnya, tidak juga dikembalikan, sekarang hilang lagi kan, rasain sendiri!”
✅Kalimat produktif:
“ Ibu sudah ingatkan cara mengembalikan mainan pada tempatnya, sekarang kita belajar memasukkan setiap kategori mainan dalam satu tempat. Kamu boleh ambil mainan di kotak lain, dengan syarat masukkan mainan sebelumnya pada kotaknya terlebih dahulu”.
g. Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan
Berikanlah pujian dan kritikan dengan menyebutkan perbuatan/sikap apa saja yang perlu dipuji dan yang perlu dikritik. Bukan hanya sekedar memberikan kata pujian dan asal kritik saja. Sehingga kita mengkritik sikap/perbuatannya bukan mengkritik pribadi anak tersebut.
⛔Pujian/Kritikan tidak produktif:
“Waah anak hebat, keren banget sih”
“Aduuh, nyebelin banget sih kamu”
✅Pujian/Kritikan produktif:
“Mas, caramu menyambut tamu Bapak/Ibu tadi pagi keren banget, sangat beradab, terima kasih ya nak”
“Kak, bahasa tubuhmu saat kita berbincang-bincang dengan tamu Bapak/Ibu tadi sungguh sangat mengganggu, bisakah kamu perbaiki lagi?”
h. Gantilah nasihat menjadi refleksi pengalaman
⛔Kalimat Tidak Produktif:
“Makanya jadi anak jangan malas, malam saat mau tidur, siapkan apa yang harus kamu bawa, sehingga pagi tinggal berangkat”
✅Kalimat Produktif:
“Ibu dulu pernah merasakan tertinggal barang yang sangat penting seperti kamu saat ini, rasanya sedih dan kecewa banget, makanya ibu selalu mempersiapkan segala sesuatunya di malam hari menjelang tidur.
I. Gantilah kalimat interogasi dengan pernyataan observasi
⛔Kalimat tidak produktif :
“Belajar apa hari ini di sekolah? Main apa saja tadi di sekolah?
✅Kalimat produktif :
“ Ibu lihat matamu berbinar sekali hari ini,sepertinya  bahagia sekali di sekolah,  boleh berbagi kebahagiaan dengan ibu?”
j. Ganti kalimat yang Menolak/Mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati
⛔Kalimat tidak produktif :
"Masa sih cuma jalan segitu aja capek?"
✅kalimat produktif :
kakak capek ya? Apa yang paling membuatmu lelah dari perjalanan kita hari ini?
k. Ganti perintah dengan pilihan
⛔kalimat tidak produktif :
“ Mandi sekarang ya kak!”
✅Kalimat produktif :
“Kak 30 menit  lagi kita akan berangkat, mau melanjutkan main 5 menit lagi,  baru mandi, atau mandi sekarang, kemudian bisa melanjutkan main sampai kita semua siap berangkat
Salam Ibu Profesional,
/Tim Bunda Sayang IIP/
Sumber bacaan:
Albert Mehrabian, Silent Message : Implicit Communication of Emotions and attitudes, e book, paperback,2000
Dodik mariyanto, Padepokan Margosari : Komunikasi Pasangan, artikel, 2015
Institut Ibu Profesional, Bunda Sayang : Komunikasi Produktif, Gaza Media, 201 4
Hasil wawancara dengan Septi Peni Wulandani tentang pola komunikasi di Padepokan Margosari
