Cincopa Gallery

...

Senin, 11 Desember 2017

Sofie ke Dokter Gigi

Desember 11, 2017 0 Comments
Selama ini saya selalu bertanya-tanya, bagaimana seorang anak dapat merasa nyaman diperiksa giginya oleh dokter gigi, ya? Tempatnya serba steril begitu.. Ditambah lagi suara mesin peralatannya yang berisik saat dioperasikan. Orang dewasa saja cukup merasa "ngeri" berada di tempat praktik dokter gigi, apalagi anak kecil....

Pikiran-pikiran seperti itu sering membuat kebanyakan ibu menunda-nunda rencana memeriksakan gigi anaknya, bahkan gigi mereka sendiri. Namun beberapa hari yang lalu, dalam obrolan di salah satu whatsapp group yang saya ikuti, seorang teteh menceritakan betapa ia menyesal karena baru mengajak putrinya ke dokter gigi di usia empat tahun. Alhasil ia harus rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menambal enam gigi putrinya. Itu pun setelah melalui berkali-kali usaha untuk membujuk putrinya agar mau diperiksa giginya. Pada kedatangan yang kesekiankalinyalah, baru putri si teteh ini mau bekerja sama dengan sang dokter gigi. Syukurnya, sang dokter gigi bisa menyelesaikan proses menambal enam gigi dalam waktu satu jam.

Kebetulan di saat yang bersamaan, saya juga dalam proses mengajak Sofie ke dokter gigi. Saat itu kami sedang liburan sejenak di rumah orang tua saya. Dari kisah yang saya ceritakan di tulisan sebelumnya, mengenai bagaimana sulitnya saya membiasakan Sofie untuk mau sikat gigi, gigi si kecil Sofie sudah tampak tidak bagus lagi. Di sisi atas kedua gigi seri sebelah atas depannya, terlihat warna yang berbeda... Lebih putih dibandingkan warna asli giginya. Dan kalau dipegang, permukaannya juga berbeda... Lebih kesat dan menjorok ke dalam. Makanya di kesempatan liburan ini, saya ingin mengajak Sofie berkunjung ke dokter gigi di dekat rumah.

Dokter gigi yang kami kunjungi sebenarnya juga adalah salah seorang nenek Sofie, tepatnya tantenya suami saya. Tapi karena tinggal berbeda kota, Sofie merasa asing saat bertemu dengannya. Ketika sang tante memperlihatkan foto lucu Sofie yang disimpannya di telepon genggamnya, barulah Sofie mau sedikit lebih terbuka dengan nenek mudanya ini.

Di dalam ruang periksa, saya pangku Sofie di atas kursi periksa. Seperti dugaan saya, Sofie menutup erat mulutnya ketika diminta untuk membuka mulut. Alat penahan rongga mulut yang dipegang tante saya justru kemudian direbut Sofie dan dimainkan olehnya. Tante dokter gigi, di lain pihak, justru membiarkan Sofie bermain. Tante kemudian menghidupkan layar di atas kursi periksa dan mengajak Sofie melihat gambar giginya dari sana. Gambar itu terhubung dengan salah satu alat periksa yang ada kamera di dalamnya. Jadi kita bisa melihat secara live kondisi mulut kita saat itu.

Sofie mulai sedikit mau membuka mulutnya dengan cara ini. Tapi, ya, namanya anak-anak, alat periksa berkamera itu pun direbutnya lagi. Hahaha... Waktu si tante mencoba meminta Sofie untuk membuka mulutnya kembali, si kecil masih saja menolak. Akhirnya di sana tante dokter hanya menghabiskan waktu mengajak Sofie bermain peralatan dokter gigi lalu memandangi ikan-ikan yang berenang di akuarium kecil yang terletak di sana.

Hari berikutnya, kebetulan dilaksanakan arisan orang-orang sekampung ayah saya di rumah. Ayah saya berasal dari Rao-Rao, Batusangkar, salah satu kampung kecil di Sumatera Barat. Tidak banyak yang datang sih, mungkin karena kesibukan. Saya hitung setidaknya ada 15 peserta arisan yang hadir. Tante dokter gigi dan suaminya untungnya bisa meluangkan waktu untuk mengikuti acara ini. Nah di sinilah saya perhatikan Sofie mulai lebih merasa dekat dengan neneknya ini. Mungkin karena inilah, pada esok harinya ketika saya ingin mengajak Sofie bermain di ruangan dokter gigi neneknya lagi, Sofie jauuh lebih kooperatif.

Ya, alhamdulillah di kesempatan kedua mengunjungi tempat praktik dokter gigi, Sofie dengan senang hati mau giginya "ditangani" oleh tante. Awalnya saya datang sekedar dengan niat membiasakan Sofie dengan ruang dokter gigi lagi. Tidak ada harapan yang lebih daripada itu. Namun ternyata begitu diajak duduk di kursi periksa lagi, Sofie menuruti semua permintaan neneknya. Yeeayy...!
Pertama, si tante memasang sarung tangan berwarna pink di kedua tabgannya. Sofie yang tampak tertarik, dipasangkan juga dua sarung tangan berwarna sama. Wah Sofie terlihat senang sekali dengan aksesoris barunya itu. Tante lalu minta Sofie membuka mulutnya dan... Ajaib! Sofie menurut... Lalu plak di gigi Sofie dikikis... Hingga selesai!

Tak sampai lima menit kok. Dan tidak perlu menggunakan peralatan yang berbunyi berisik itu. Si tante sendiri paham, peralatan berisiknya hanya akan menakut-nakuti pasien yang masih kecil. Bahkan setelah sedikit mengobrol, ternyata sebenarnya kata tante saya sendiri bisa membersihkan plak di gigi Sofie dengan kasa. Hahaha.... Yah, tidak apa-apalah. Yang penting kini gigi Sofie sudah cantik kembali.

 

Mengenai plak ini sendiri, inilah yang menjadi bakal terbentuknya karang gigi. Ada teman yang memberitahukan info dari dokter giginya kalau kondisi liur di dalam mulut setiap orang berbeda-beda. Ada yang memiliki liur bersifat asam, yang mana dapat dengan mudah mengakibatkan gigi berlubang jika giginya tidak rutin dibersihkan. Sementara ada juga orang yang memiliki liur yang bersifat basa, yang mana inilah yang menjadi bakal plak dan karang gigi jika tidak rutin dibersihkan. Jadi sebaiknya memang kita rutin menyikat gigi dan memeriksa kesehatan gigi ke dokter gigi untuk menghindari masalah-masalah di kemudian hari.

Minggu, 10 Desember 2017

Gosok Gigi yuk, Nak....

Desember 10, 2017 0 Comments
Seberapa kreatifkah Bunda dalam mengajak anak agar mau gosok gigi? 

Kalau saya sih, sayangnya baru menemukan bagaimana cara supaya si kecil mau gosok gigi dalam sebulan terakhir ini, yaitu menjelang anak berusia dua tahun. Telat banget yaa.... 

Sofie sudah saya kenalkan dengan sikat gigi sejak ia diberikan makanan pendamping ASI. Waktu itu sih jaraang sekali ia mau mulut mungilnya dimasukkan benda asing seperti sikat gigi. Jadi setiap saya perlihatkan sikat giginya, ia akan menutup rapat-rapat bibirnya. Bahkan saya sudah mencoba untuk menyikat gigi di hadapannya sampai berbusa-busa dan ia tersenyum-senyum geli... Namun usaha saya selalu berakhir dengan kegagalan. 

Respon lainnya, si kecil mau menyikat giginya, namun SENDIRI, tanpa saya bantu. Tapi ya namanya batita, gerakan menyikatnya hanya menekan-nekan. Tidak betul-betul membersihkan sisa makanan. Jadi saya harus pasrah dengan hasil kebersihan gigi Sofie yang apa adanya.

Tahapan selanjutnya adalah menghadapi hobi Sofie yang suka melempar-lempar benda, khususnya sikat gigi, ke lubang kloset.  Udah deh kalau begini, saya bisa marah besar atau bahkan pasrah. Pada waktu ini hampir tiap minggu saya belikan Sofie sikat gigi baru.

Tantangan lain yang saya hadapi adalah soal pasta gigi. Sofie tidak suka dengan pasta gigi selama berbulan-bulan lamanya. Begitu ia mengenal rasa buah-buahan, barulah ia mau mencoba pasta gigi yang berasa stroberi. Namun kekhawatiran saya berubah lagi... Si kecil bisa dengan senang hati menelan pasta gigi saat menyikat giginya. Aih... Ini sama halnya dengan mengajarkan berkumur. Syukur-syukur kalau airnya mau dia sembur... Kalau ditelan? Haduh, sudahlah... Bundo capek dengan ulahmu, nak....

Menjelang usia dua tahunnya kemarin, si kecil sempat sariawan dan demam selama seminggu. Gara-gara ini, ia pun menolak sikat gigi. Begitu sembuh, saya harus berjuang mulai dari awal lagi mengajaknya mau sikat gigi dengan benar, menggunakan pasta gigi, berkumur-bukan menelan, dan tidak melemparkan sikat giginya ke kloset.

Alhamdulillah tidak lama akhirnya Sofie mau juga. Sempat juga susah, karena suami saya membelikan Sofie sikat gigi Princess Anna Frozen yang berwarna ungu gelap. Kemudian saya coba belikan sendiri sikat gigi untuk Sofie yang bergagang agak transparan warna kuning kehijauan serta ada boneka kodoknya, barulah sejak saat itu ia selalu minta gosok gigi setiap mandi. Pfiuhhh....

Jika saya berhasil menggosok gigi Sofie dengan sempurna, saya akan merasa gembira sekali sampai terkadang mengajak si kecil untuk tos atas keberhasilan "kami". Tapi ya namanya hidup dengan si kecil, apa yang terjadi esok kita tak pernah tahu... Bisa saja hari ini berhasil, tapi besok gagal lagi. Life is like a roller coaster with her. Saya harus menyiapkan stok kesabaran ekstra setiap hari.

#pengalamanparenting
#kelasmenulisiip
#ibuprofesionalpadang
#minggu1desember

Minggu, 03 Desember 2017

Matematika di Sekitar Kita (Game Bunsay 6-10)

Desember 03, 2017 0 Comments
Hari ini hari libur. Saya, suami, dan Sofie sedang berkumpul di ruang keluarga. Suami saya seperti biasa menghabiskan waktu membaca artikel dan komik di depan komputer. Saya dan Sofie kali ini bermain dengan uang koin yang biasa diletakkan suami di atas meja.

"Sofie, lihat nih, koinnya bisa muter lho"

Dengan satu jari saya tahan dan tekan sisi atas koin supaya ia bisa berdiri tegak. Lalu dengan tangan lainnya, saya jentikkan jari ke salah satu tepian koin dengan kuat sehingga si koin terlepas dan berputar layaknya gasing.

Sofie tertawa seru melihat koin berputar cepat. Saya juga ikut tertawa senang, mengingat permainan favorit saya ketika masih kecil ini.

Koin pun jatuh dan Sofie minta diulangi lagi. Maka saya ulangi kembali dengan koin yang lainnya. Setelah beberapa kali percobaan, saya menyadari kalau akan lebih stabil dan lebih lama putaran koinnya jika saya menggunakan koin 1000 dibandingkan dengan koin 500 perak karena pada koin 500 perak ini, tepiannya menebal. Semakin tipis tepiannya, semakin sedikit hambatannya (terutama dengan kondisi permukaan lantai yang tidak rata), maka akan semakin lama juga koin berputar.

Setiap kali koin berputar, Sofie suka sekali mendekat dan berusaha mengambil koinnya. Mungkin ia penasaran ya, bagaimana sensasi memegang gasing koin itu. Berulang kali pula saya bilang pada si kecil jika ia menyentuh koin yang sedang berputar, maka koinnya akan jatuh. Tapi ia tak peduli. Koin pun berkali-kali berhenti berputar sebelum waktunya. Hihihi...

Akhirnya tibalah saatnya Sofie mengambil si koin, lalu melemparkannya keras-keras ke lantai. Plentang!

Duh!

Plentang! Plentong!

Beberapa kali ia lakukan itu... Suara benturannya cukup mengganggu saya yang suka ketenangan ini.

Saya pun melihat sekeliling dan menemukan sejumput mainan lilin play-doh yang tergeletak di atas meja komputer. Saya ambil itu, lalu mengajak Sofie untuk memperhatikan apa yang saya buat.

Saya membuat sebentuk pipihan, lalu menempelkan sebuah koin di atasnya, terakhir membuat lagi pipihan lilin di atas koin, lalu membungkus total seluruh sisi koin dengan lilin tersebut.

"Nah, sekarang coba ini yang Sofie lempar" ucap saya sambil menyerahkan koin yang terbungkus lilin tersebut.

Dug!

Koinnya kini tidak memantul di lantai. Melainkan langsung terbaring diam begitu berbenturan dengan lantai.

Dug! Dug!

Begitu pun dengan koin-koin selanjutnya.

Saya menyengir karena ide saya berhasil. Lalu saya jelaskan pada Sofie bahwa permukaan koin dan lilin itu berbeda. Yang satu keras, yang satu lembut, sehingga akan berbeda efeknya ketika masing-masing dilemparkan ke lantai.

Entahlah apakah Sofie paham, tapi saya tidak ambil pusing soal itu. Yang penting ada sedikit ilmu fisika dasar yang saya jelaskan kepadanya hari ini. Hihihi....

#tantangan10hari
#level6
#kuliahbunsayiip
#ilovemath
#matharoundus

Sabtu, 02 Desember 2017

Matematika di Sekitar Kita (Game Bunsay 6-9)

Desember 02, 2017 0 Comments


Setelah lelah traveling seharian kemarin, saya berniat bermalas-malasan saja hari ini. Sarapan beli di luar, makan siang juga beli, hihihi.... Apalagi kondisi cuaca yang mendung dan sesekali hujan, duhh... Semakin nikmat deh buat bermalas-malasan hari ini...! Sampai tibalah di waktu menjelang tengah hari, saat si kecil masuk ke dalam kamar sembari membawa sekantong besar keripik kentang, buah tangan dari rumah sepupu di Bukittinggi.

"Bundoo... Bukak, bukak!"

Kebetulan, mulai hari ini saya memutuskan untuk mengurangi jatah menyusui si kecil yang dalam beberapa hari lagi akan beranjak 2 tahun. Dari waktu bangun tidur tadi, saya menolak menyusuinya ketika ia meminta. Saya gunakan alasan kalau PD saya sedang sakit karena kemarin seharian dan semalaman Sofie menyusui di mobil. Ternyata, si kecil cepat memahami, lho... dan tidak memaksa untuk menyusui. Oh, wow, taktik ini lebih sakti dibandingkan dengan mengatakan ke Sofie jauh-jauh hari soal rencana berhenti menyusuinya. Jadi, karena jatah menyusui Sofie sudah berkurang, saat ia meminta cemilan, saya terenyuh untuk mengizinkannya makan cemilan.

Masih sambil rebahan di kasur, saya buka simpul karet di kantong plastik isi keripik kentang dari Sofie. Lalu saya berikan kepadanya yang duduk manis menanti di bawah kasur. Sofie pun tertawa dan bergegas mengambil sekeping keripik.

Saya pun meminta tolong diambilkan satu keping, "Bundo minta dong!"

Sofie tak bergeming, ia asyik mengunyah sambil menyaksikan pantulan dirinya di cermin di hadapannya.

"Sofie, ambilin dong keripik kentangnya"

...Masih tidak menoleh.

Saya coba ganti lagi pilihan kata-kata saya, "Sofie, Bundo mau keripiknya satu..."

Mendengar kata 'bundo mau' barulah si kecil paham maksud ucapan saya. Hahaha... Perlahan tangan kecilnya masuk ke dalam plastik dan mengambil sekeping keripik... Lalu ia menyerahkannya ke saya.

"Makasiih..." seru saya.

"Ma-acih.." ucapnya membeo.

Dalam satu suap, keripik masuk ke dalam mulut saya, dan habis seketika.

"Bundo mau satu lagi doong"

Si kecil kembali mengambil satu keping keripik kentang, lalu menyerahkannya ke saya.

Otak saya langsung berjalan nih, mau menguji apakah Sofie paham dengan penjumlahan.

"Sofie, sekarang Bundo mau dua yaa"

Eh, tau-taunya dia mengambil satu keping... lalu satu keping lagi....

"Iya, iya bener, dua!" seru saya sambil menjulurkan tangan.

Sofie pun menyerahkan kedua keping keripik ke saya. Aamm... keripiknya tak lama lenyap saya lahap.

"Bundo mau dua lagi yaa..."

Hahaha... Saya yang usil ini sudah mendapatkan entah berapa keping sementara Sofie mungkin baru makan keping kedua.

Si kecil kembali mengambil satu, dan satu lagi keripik kentang untuk saya.

Saya pun asyik mengunyah si keripik kentang yang lezat itu, sambil berencana untuk menaikkan jumlah keping yang akan saya minta. Namun, di saat bersamaan, Sofie melihat gelang karet yang terjatuh tak jauh darinya.

"Ini? Ini?" tanyanya.

"Itu karet Sofie, buat ngikat. Bisa jadi gelang juga lho. Sini, sini..."

Sofie menyerahkan si karet kepada saya, lalu saya masukkan ke tangan kanannya. Eeh... dia ternyata suka! Dan kembali berkaca sambil menari-narikan tangannya.

Saya mulai lagi deh meminta keripik kentang, "Sofie, Bundo mau tiga dong keripiknya... Sofiee.... Sofieee?? ....Yaah...dia asyik sama gelangnya..." Hahaha...

Permintaan terakhir saya gagal karena si kecil lebih tertarik main dengan gelang barunya. Tak lama suami pun masuk kamar dan kegiatan ngemil kami berakhir.

Setidaknya hari ini saya jadi tahu kalau Sofie sudah memahami penjumlahan hingga bilangan dua.

#tantangan10hari
#level6
#kuliahbunsayiip
#ilovemath
#matharoundus