Cincopa Gallery

...

Jumat, 28 April 2017

Misi Baru, Wardrobe Detox

April 28, 2017 0 Comments
Kalau saat ini orang-orang banyak yang tertarik mencoba resep minuman yang bisa mendetoks pencernaan, saya justru sedang gemar melakukan detoks isi lemari baju saya... istilah kerennya, wardrobe detox ;)

Hasil gambar untuk wardrobe rapi


Bunda sering menemukan masalah lemari baju yang serupa dengan saya, tidak? Pertama, lemari penuh, sampai harus membeli lemari baju lagi untuk menempatkan pakaian seluruh anggota keluarga beserta perlengkapan rumah dari kain lainnya seperti handuk, selimut, keset, seprei, sarung bantal dan guling, taplak meja, bedong bayi, dan kain-kain lap. Kedua, meskipun sebenarnya koleksi baju kita banyak, tapi yang dipakai itu-itu saja! Banyak alasan kenapa model pakaian yang lain jarang atau bahkan hampir tidak pernah dipakai... Mulai dari karena sebenarnya modelnya tidak cocok di tubuh kita, bahannya tidak nyaman dipakai, kesempitan, terlalu lapar mata saat beli, eh ternyata ketika barangnya sampai di tangan, tidak sebagus dugaan kita, sampai pada alasan... belum ada momen yang tepat untuk memakainya. Yang nyengir, yang nyengir, hayo... ngakuu... hahaha.... Alhasil menumpuklah semua pakaian di lemari.

Nah, semenjak lingkar badan tidak lagi selangsing dulu 😜 dan kondisi saya yang gampang tergoda dengan baju-baju yang dijual online ...hiks... padahal setiap saya belanja cukup banyak baju baru, pasti banyak juga baju lama yang saya keluarkan untuk disumbangkan ke penerima yang membutuhkan.. tapi isi lemari masih tidak juga berkurang, saya akhirnya memutuskan untuk detoksifikasi isi lemari. Bagaimana caranya? Silakan simak dan coba praktikkan ya, Bun? 😉

Pertama, saya membuat daftar kategori pakaian. Kategori pakaian yang saya buat adalah: (1) baju rumah harian (berupa kaos lengan pendek untuk kondisi santai, serta cardigan dan blus lengan panjang untuk kondisi menerima tamu atau mau ke warung); (2) baju tidur (yang berupa daster); (3) baju pesta (berupa baju stelan atas-bawah atau dress); (4) baju keluar untuk kerja (berupa blazer dan dalamannya serta tunik), (5) baju keluar untuk main (tunik, blus, gamis, dan pakaian informal yang berupa stelan), sisanya adalah jilbab dan bawahan berupa celana dan rok panjang. 

Selanjutnya, saya menentukan berapa potong/stel pakaian yang saya butuhkan untuk setiap kategori tersebut. Hal ini saya sesuaikan dengan ragam aktivitas harian saya. Soal pakaian pesta, saya cukup mengalokasikan slot lemari untuk 3-4 stel baju karena undangan pesta jarang banget. Biarpun jarang, kalau baju ke pesta itu lagi-itu lagi, kadang ngga enak juga ya sama teman yang ngelihat... haloo memangnya ada ya, yang hapal sama baju kita? Ya tapi, namanya perempuan, pasti sensitif soal bagaimana pendapat orang lain gitu dehh 😆😆 Lalu, soal pakaian kerja, saya sediakan hanya untuk 6-7 stel di luar seragam kampus. Jadwal saya ke kampus paling tidak seminggu ada 2-3 kali. Kalau ada 6 stel saja, setidaknya saya akan pakai pakaian yang sama minimal dalam rentang waktu 2 minggu. Amaan 😤 Selanjutnya, pakaian main saya juga sediakan 6-7 stel. Saya termasuk jarang pergi ke luar di hari kerja. Paling sering ya di akhir pekan saat mau jalan-jalan sama suami. Tapi ini juga biasanya hanya pergi cari makanan take away atau olahraga ringan. Kami hampir tidak pernah pergi ke mall atau sekedar makan ke restoran. Nasib, nikah sama anak rumahan... 🙍 Jadi pakaian jalan yang wow banget gitu jarang saya pakai. Jumlah 6-7 stel saya rasa masih cocoklah buat gaya hidup saya. Lalu mengenai baju rumah sendiri seperti daster dan kaos lengan pendek tidak saya batasi karena ini di Padang, Bun. Masak ke dapur aja berkeringatnya sampai harus ganti baju lagi. Sementara untuk baju rumah yang berupa blus lengan panjang, saya cukupkan 4-5 potong saja selain karena terima tamu dan ke warung jarang, saya juga masih punya 3 potong cardigan sebagai luaran baju kaos lengan pendek saya jika diperlukan. Untuk bawahan dan jilbab sendiri tidak saya batasi kuotanya karena tidak makan banyak tempat di dalam lemari.

Langkah ketiga, saya tinggal memilah baju sesuai dengan kategori dan kuota yang sudah saya tentukan. Ini yang butuh waktu lama, bahkan sampai habis dua hari. Bisa lebih sebenarnya kalau saya lanjutkan dengan memilah jilbab. Dalam tahap ini, saya juga menyingkirkan pakaian yang memang sudah tidak layak lagi untuk dipakai, sempit, bahannya tidak nyaman, tidak ada padanannya, dan yang memang jarang sekali saya pakai. Baju yang masih mungkin saya pakai saya simpan ke dalam plastik besar, lalu saya taruh di gudang. Sementara baju yang tidak mungkin lagi dipakai ada yang saya buang dan ada yang saya sumbangkan. Ngga digarsel, Bun? Engga 😅 saya kok ngerasa pakaian bekas itu tidak layak digarsel ya... Lebih baik sumbangkan atau belikan yang baru buat orang lain. 

Terakhir, susun kembali seluruh pakaian yang lolos seleksi ke dalam lemari. Waah, dijamin, semakin lapang isi lemari baju kita... dan siap untuk diisi kembali... eh. Sekarang, setiap akan berangkat kerja, saya tidak pernah lagi bingung mau pakai baju yang mana. Karena jadwal pakai tiap baju sudah ada 😄 Horeee!

Misi saya selanjutnya, setelah sukses dengan wardrobe detox ini adalah... shopping detox 😎

Rabu, 26 April 2017

Investasi Syar'i di Pasar Modal

April 26, 2017 0 Comments
Hasil gambar untuk investasi syari

Tempo hari saya terlibat dalam percakapan mengenai status syar'i-tidaknya investasi di pasar modal atau saham dengan beberapa orang ibu. Ada sebagian ibu yang berpendapat investasi tersebut diperbolehkan (termasuk saya--dengan beberapa pertimbangan pilihan perusahaan tentunya), dan ada sebagian lain ibu yang dalam posisi berhati-hati karena khawatir terjebak dalam transaksi yang dilarang agama. Percakapan terhenti sampai di situ, dengan harapan masing-masing dari kami akan mencari dasar yang tepat mengenai hal ini dari ahlinya.

Nah kebetulan sekali, hari ini saya berkesempatan bertemu lagi dengan salah seorang dosen di kampus yang mengampu mata kuliah teori portofolio, yang memang khusus mempelajari keputusan berinvestasi, termasuk di dalamnya saham. Sejak terjadi perubahan alokasi ruangan bagi dosen di Unidha, memang saya jadi sulit bertemu dengan beberapa teman dosen. Jadi kesempatan ketemu dengan teman-teman tertentu jadi berharga sekali untuk saya manfaatkan sebaik-baiknya. Hehe....

Jadi berdasarkan wawasan yang dipahami oleh Pak Febri dosen dengan spesialisasi investasi di Unidha, pada dasarnya semua perusahaan meminjam modal kerja ke bank. Bagi yang meyakini bahwa transaksi di bank adalah riba, berarti mengamini juga bahwa semua perusahaan tersebut melakukan praktik riba, termasuk semua perusahaan yang terdaftar di dalam bursa efek. 

Lalu, bagaimana pandangan MUI soal ini? Ternyata MUI agak longgar dalam hal ini. MUI menetapkan batas leverage tertentu bagi perusahaan untuk menentukan status syar'i-tidaknya kita berinvestasi untuk perusahaan tersebut. Leverage ini mungkin bahasa awamnya kemampuan perusahaan untuk mencari modal, yang salah satunya melalui bank. Jika besar dana yang perusahaan ambil dari bank melebihi porsi tertentu, artinya perusahaan tersebut melakukan riba yang tidak bisa ditolerir, sehingga tidak seharusnya umat muslim berinvestasi untuk perusahaan tersebut. 

Pertanyaan selanjutnya, dari mana kita bisa mengetahui besaran dana yang dipinjam sebuah perusahaan ke bank? Untuk menjawab ini, kita perlu membuka laporan keuangan tahunan perusahaan yang telah dipublikasikan perusahaan tersebut untuk khalayak umum. Tampak ribet, ya? Yup.... Tapi jangan khawatir, ternyata hal ini sudah diatasi oleh Jakarta Islamic Index (JII) yang menaungi seluruh perusahaan yang meskipun meminjam modal juga di bank, namun masih dikategorikan layak atau syar'i jika umat muslim ingin berinvestasi di dalamnya.

Hal lain yang perlu menjadi pertimbangan adalah produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Kita sebagai umat muslim tentu harus menghindari perusahaan yang memproduksi produk/jasa yang tidak syar'i, seperti misalnya perusahaan yang memproduksi minuman keras, rokok, senjata, barang ilegal, serta perbankan. Hal ini didasari atas dalil yang menyatakan bahwa jika suatu barang/jasa statusnya haram, maka segala transaksi yang melibatkan barang/jasa tersebut dinyatakan haram, termasuk jual-beli saham bagi perusahaan yang memproduksi barang/jasa tersebut.

Jadi dapat disimpulkan, jika ingin menghindari praktik tidak syar'i dalam berinvestasi di pasar modal, kita bisa berinvestasi ke perusahaan yang terdaftar dalam JII, atau jika ingin melalui bursa efek konvensional, setidaknya hindari investasi ke perusahaan yang memproduksi barang/jasa yang tidak syar'i. 

Demikian uraian singkat-padat yang saya terima dari Pak Febri. Tentu jika Bunda ingin mendalaminya lebih lanjut, sebaiknya cross-check ke ahlinya, yaitu ulama yang memahami ilmu agama dan investasi keuangan.

Semoga bermanfaat.

Sabtu, 08 April 2017

Kokedama, Alternatif Tanaman Hias di Rumah

April 08, 2017 1 Comments
Pagi ini, waktu masuk kamar dan sekilas melihat tayangan televisi, ada ulasan singkat tentang kokedama yang menahan saya. Bunda-Bunda sudah tahu belum apa itu kokedama? Kalau hidroponik adalah sebuah teknik bertanam dengan menggunakan media air, kokedama ini adalah teknik bertanam dengan sabut kelapa (di beberapa sumber dikatakan bahwa medianya adalah lumut). Tetap ada tanah di dalamnya yang biasanya dibentuk bulat seperti bola. Tanaman yang akarnya sudah diselimuti tanah ini lalu dibungkus dengan sabut kelapa atau pembungkus khusus yang kemudian akan ditempeli lumut. Kokedama bisa dipajang langsung di atas rak/meja atau digantung menjadi tanaman penghias ruangan.

Hasil gambar untuk kebun kokedama sabut kelapa
Gambar dari sini

Asal mula kemunculan kokedama adalah anjuran pemerintah Jepang supaya setiap warga memiliki kebun tanaman. Namun karena terbatasnya lahan untuk bertanam, maka warga Jepang mengakalinya dengan menggunakan media tanam yang bisa dipakai di lahan sempit seperti ini. Di sana pun ada mitos yang mengatakan bila sampai ada tanaman yang mati di sebuah rumah, maka akan hilang pula rezeki penghuni rumah tersebut. Ini juga menjadi penyebab kokedama maupun teknik bertanam lain marak dilakukan oleh warga setempat. There's no reason to not go green.

Karena dipajang di dalam ruangan, maka tanaman yang bisa tumbuh di kokedama ini adalah tanaman yang tidak memerlukan banyak sinar matahari. Perawatannya pun cukup mudah, Bunda. Kita hanya perlu merendamnya dalam air beberapa menit sekali dalam tiga-empat hari. Simpel sekali ya, cocok nih buat Bunda yang tidak rajin menyiram bunga setiap hari seperti saya :D

Kamis, 06 April 2017

Transit bersama Batita di Bandara Hang Nadim Batam

April 06, 2017 0 Comments
Hasil gambar untuk bandara hang nadim
Gambar dari sini


Beberapa hari yang lalu saya melakukan perjalanan udara dari Pekanbaru ke Padang bersama si kecil Sofie (usia 15 bulan) dan Bu Yen, ibu pengasuh Sofie. Penerbangan yang menggunakan maskapai Citylink ini mengharuskan kami transit sekali di Batam selama tiga jam. Jika ditambah waktu selama penerbangan, keberangkatan dari rumah menuju bandara di Pekanbaru serta perjalanan dari bandara Padang menuju rumah, total waktu yang harus kami tempuh bisa melebihi enam jam. Wuih, sungguh waktu yang panjang bagi si kecil. Kalau kami naik moda transportasi darat, travel misalnya, memang mungkin lebih nyaman bagi si kecil ya, karena kita tinggal duduk dari rumah sampai tiba ke rumah tujuan, kita pun bisa saja tidur selama di mobil. Tapi lama perjalanannya itu lho, bisa menghabiskan waktu sembilan jam. Karena alasan inilah kami memutuskan untuk naik pesawat pada perjalanan ini.

Satu hal yang sempat saya khawatirkan adalah bagaimana si kecil bisa tahan bepergian jauh, yang mengharuskan dia tetap terjaga--karena kalau naik pesawat, tentu kita harus mobile; tidak duduk terus seperti di mobil. Soalnya dalam enam jam perjalanan itu, ada dua kali jadwal tidur yang harusnya dinikmati Sofie. Wah, kalau jadwal tidurnya terganggu, jangan-jangan si kecil akan rewel niihh....

Untungnya, kecemasan saya tidak terjadi. Alhamdulillah sekali Allah memberikan kemudahan dan kenyamanan selama di perjalanan. Meskipun perjalanan lama, tapi Sofie bisa tidur dua kali sesuai jadwalnya, pertama saat di mobil menuju ke Bandara Sultan Syarif Qasim II Pekanbaru, dan kedua, saat di dalam pesawat dari Batam ke Padang. Dan pada tulisan kali ini, yang mau saya ceritakan bukanlah soal jadwal tidurnya Sofie (hihi), melainkan bagaimana saya dan si kecil bisa melalui tiga jam transit di bandara Hang Nadim Batam dengan nyaman.

Ada tiga lokasi yang akan saya ulas di sini, yaitu mushola, executive lounge, dan ruang menyusui.

➽ Mushola
 
Begitu tiba di Bandara Hang Nadim, sesuai dengan aturan penumpang transit, kami harus turun dari pesawat untuk melapor ke meja transit Citylink (di lantai satu) dan kembali ke ruang tunggu untuk menunggu jadwal keberangkatan selanjutnya. Meskipun perjalanan kami selanjutnya masih tiga jam lagi, tapi saya putuskan untuk mengurus ini dulu sebab pada pengalaman melapor transit sebelumnya di bandara yang sama, saya harus cukup lama berebut antrian (iya, berebut, soalnya tidak ada garis batas antrian di sana) dengan penumpang lain yang ingin transit juga ke berbagai kota di Indonesia, sementara petugas di meja ini hanya ada satu orang. Untunglah di kesempatan kali ini, antrian di depan saya tidak sepanjang sebelumnya. Tapi begitu saya selesai dan saya menoleh ke belakang, woow sudah ada lebih dari selusin orang yang mengantri. Mereka nampaknya rombongan dari pesawat Citylink lain yang baru saja mendarat. 

Kemudian karena waktu sudah memasuki jam sholat zuhur, saya, Sofie dan Bu Yen mencari mushola. Kebetulan kami menemukan mushola di lantai dua tepat sebelum gerbang pemeriksaan untuk masuk ke ruang tunggu. Saya yakin di dalam ruang tunggu pasti ada mushola juga, tapi karena mushola yang ini terlihat cantik dari luar, maka saya memilih untuk sholat di mushola ini saja. Ternyata, yang terlihat cantik dan luas itu area sholat laki-laki, sedangkan area sholat perempuan lebih kecil dan tidak ada jendela ke luarnya 😡 Lucunya juga, area sholat perempuan itu masuknya dari area wudhu laki-laki, sementara wudhu untuk perempuan sendiri ada di toilet perempuan. Hahaha, bingung 'kan?


Mushola perempuan, dilengkapi mukena,
namun cuma muat dua shaf

Terlepas dari membingungkannya denah area sholat dan tempat wudhunya ini, saya merasa senang karena bisa sejenak duduk selonjoran kaki. Sofie pun bisa menggerakkan badan dan jalan-jalan tanpa sepatu. Di sini saya sempatkan juga untuk menyusui Sofie. Sambil menunggu Bu Yen sholat, saya ajak Sofie untuk membaca mushaf Al Quran yang disediakan. Eh tapi dia malah menghambur-hamburkan halaman yang robek 😒 Al Qurannya jadi saya tutup dan kembalikan ke rak deh.

El John Executive Lounge

Dari mushola, akhirnya kami melalui gerbang masuk area ruang tunggu. Ruang tunggu bandara di Batam ini ternyata luaas sekali. Setahu saya ada 9 gate, gate A3 hingga A9 diperuntukkan bagi penerbangan domestik, sementara gate A1 dan A2 dugaan saya untuk penerbangan internasional. Sepanjang ruang tunggu tersebut berjejer gerai dagangan untuk suvenir mulai dari pakaian hingga minuman keras. Inilah yang berbeda dengan bandara di Padang maupun Pekanbaru; gerai dagangannya berasa "lebih Jakarta" karena lebih variatif dan menarik. Sekilas melihatnya, saya merasa seperti ada di dalam mall 😋

Sambil menelusuri deretan gerai dan ruang tunggu, saya mencari lounge. Lounge jadi pilihan saya karena kami akan menghabiskan waktu yang cukup lama sebelum naik pesawat. Di dalam lounge pastilah kita bisa istirahat dengan lebih nyaman karena lebih privat, banyak tersedia sofa, dan pastinya bebas makan sepuasnya. Hingga hampir di ujung koridor, di depan ruang tunggu A7 dan A8, barulah kami menemukan lounge yang terbuka. El John Executive Lounge, dikhususkan bagi nasabah prioritas Bank Mandiri. Artinya, kalau Anda memiliki kartu kredit tipe tertentu dari Bank Mandiri, Anda bebas menggunakan lounge tersebut dengan biaya yang (biasanya) hanya Rp 1,00. Sementara bagi yang tidak memiliki kartu kredit tersebut, tetap boleh masuk dengan cas sebesar Rp 75.000,00 per orang (untuk anak usia 5 tahun hingga dewasa).

Ruang duduk di lounge ini luasnya sekitar 10x10 meter persegi. Sayangnya, karena hanya satu lounge ini yang beroperasi saat itu (saya melihat ada lounge Garuda Airlines sebelumnya, tapi tampak tutup dari luar), lounge-nya terisi hampir penuh. Bangku sofa masih ada, tapi posisinya sudah harus bersenggolan dengan penumpang lain. Akhirnya kami pilih bangku biasa yang ada di pinggir, dengan pemandangan ke area check in di lantai bawah.

Makanan yang disediakan hari itu ada gulai ayam, cap cay, ikan asin, lalapan, tiga macam bolu, bubur ketan hitam, bakwan dengan pilihan saos sambal atau saos kacang, gado-gado, sereal, susu, aqua, jus, teh, dan kopi. Bu Yen yang baru pertama kali makan ke lokasi all you can eat seperti ini senang sekali dan menyicipi semua menu. Hehehe... Di dalam lounge ini disediakan satu toilet laki-laki dan perempuan. Sayangnya tidak ada mushola seperti lounge di bandara Padang dua tahun lalu sebelum dirombak menjadi seperti sekarang. Sebagai gantinya, di lounge ini disediakan ruang untuk servis refleksi kaki yang bisa digunakan dengan membayar Rp 50.000,00 per setengah jam.

Ruang Menyusui

Satu jam sebelum boarding, saya dan rombongan keluar dari lounge. Saya ingin mencari mushola lagi untuk menyempatkan menyusui Sofie sebelum naik pesawat. Saya kesulitan menyusui si kecil selama berada lebih dari satu jam di dalam lounge dikarenakan terlalu ramainya pengunjung di sana. Untuk menuju mushola terdekat dari lounge, kita hanya perlu menyeberangi lorong di depan lounge untuk masuk ke area ruang tunggu, lalu cari tangga turun di sebelah kiri. Turun, dan tibalah kita di ruang tunggu A9, yang ternyata lokasinya ada di lantai bawah. Sebenarnya niat awal mau ke mushola, tapi eh, kami justru menemukan ruang ibu dan anak tepat di samping tangga turun. Saat dibuka, wow, alhamdulillah bersih, nyaman, dan... kosong! 💗

Wajah bahagia bertemu sofa :D

Di dalam lemari disediakan perlak, lho!

Yang bisa dipakai di antara benda-benda di atas hanya tempat sampah dan cermin
Yang saya lakukan pertama kali di sini adalah mengganti popok Sofie. Saya keluarkan perlak dari dalam tas, kapas, dan... ketika mencari air, sayangnya air dari keran wastafel tidak keluar. Untung masih ada air minum yang kami bawa dari lounge. Sambil bersenandung karena kami senang sekali menemukan ruangan ini, popok Sofie pun selesai diganti. Tidak lupa saya juga mengganti pakaian si kecil supaya badannya terasa lebih nyaman. Kemudian saya menyusui si kecil sementara Bu Yen duduk berselonjor di atas sofa sambil mencoba untuk tidur sejenak. Kami menghabiskan kira-kira 30 menit di sana hingga tepat sebelum dipanggil untuk memasuki ruang tunggu kami di gate A3.

Di dalam ruangan ini sebenarnya sudah tersedia segala keperluan ibu dan bayi, namun sayangnya sebagian tidak dirawat dan tidak lengkap. Contohnya, ada dispenser tapi tidak ada galon airnya. Ada wastafel, tapi tidak keluar airnya. Dan lagi, jika kita tuang air ke atas wastafel, eh, airnya malah merembes ke bawah membasahi karpet. Artinya saluran pipa airnya rusak dan tidak diperbaiki. Mudah-mudahan pihak manajemen Bandara Hang Nadim mau memperhatikan kelayakan fasilitas di ruang menyusui ini.

Minggu, 02 April 2017

Perbaikan Diri melalui Kelas Matrikulasi IIP

April 02, 2017 0 Comments
Institut Ibu Profesional, sebuah komunitas yang sudah pernah saya dengar sejak beberapa tahun lalu ketika saya masih menjadi karyawan lajang di ibukota. Yang saya tahu saat itu adalah ajaran di IIP yang mengharuskan para ibu rumah tangga untuk menjadi profesional dalam mengurus rumah, bahkan berpakaian pun tidak boleh hanya pakai daster yang kucel, tapi harus tampil cantik juga supaya tetap bergairah walaupun berkutat dengan urusan rumah tangga. Sebatas itulah yang saya tahu soal IIP kira-kira 4-5 tahun lalu.

Waktu berjalan dan tibalah saya di masa sudah menikah dan mempunyai seorang anak. Tidak lagi tinggal di tengah-tengah hingar bingar kota metropolitan, kini saya tinggal di kota yang kata orang-orang tua hampir tidak mengalami perubahan sama sekali sejak masa kecil mereka dulu... yakni kota Padang. Saat pertama menginjakkan kaki di sini, saya bingung siapa yang nanti akan jadi teman ngobrol, curhat, dan hang out saya? Maklum, meskipun banyak saudara di sini, namun mayoritas generasinya di atas saya. Sementara saudara yang usianya tidak berbeda jauh cuma ada satu dua orang, mereka pun sibuk dengan aktivitas kerjanya masing-masing. Dan kalau bicara soal teman ngobrol, curhat, hang out ini tentu hanya bisa dilakukan sama teman yang selama ini menjadi teman beraktivitas bersama, 'kan? Artinya, masih punya pandangan yang sama tentang beragam hal. Teman boleh banyak, tapi teman yang seperti ini, tentu tidak semuanya.

Untungnya, ada satu orang teman dekat saat kuliah yang pulang kembali ke Padang setelah beberapa tahun sebelumnya tinggal di Medan paska nikah. Sebut saja Mila, nama kerennya... nama panggilan aslinya sih jauh lebih childish, mungkin karena itu doi maunya dipanggil Mila. Hihihi. Mila inilah yang kemudian mengajak saya untuk ikut kelas matrikulasi IIP. 

Alasan saya mau ikutan adalah karena sudah dengar dari teman sealmamater tentang bagusnya kelas ini. Si teman ini juga yang sebelumnya membantu mendaftarkan saya ke grup whatsapp IIP Padang. Awalnya saya tertarik karena saya butuh lingkungan teman-teman para ibu-ibu muda yang tinggal sekota untuk sekedar tanya-jawab masalah sehari-hari seperti di mana tempat belanja keperluan bayi, dokter anak yang recommended, dan lain sebagainya.... Saya belum lihat manfaat lain dari gabung di wa grup ini hingga si sobat Mila mengajak masuk ke kelas matrikulasinya.

Ada apa sih di kelas matrikulasi IIP?

Oh, wow. Di luar dugaan saya ternyata. Kelas matrikulasi ini mampu menyadarkan saya bahwa hidup tidak seharusnya mengikuti arus saja. Yang katanya ikuti aja ke mana air mengalir... No, no, no... Bukan begitu cara kita bersyukur atas karunia hidup yang telah diberikan Allah. Kita harus punya visi hidup, baik itu untuk diri sendiri,  keluarga, serta masyarakat.

Sering mendengar hal seperti ini di seminar-seminar motivasi? Sama. Sering banget. Bedanya, di kelas matrikulasi IIP, kita dipandu untuk membuat misi untuk mewujudkan visi-visi hidup kita dan melaksanakannya bersama dengan ibu-ibu lain. Semangat kebersamaannya ini yang saya suka. Setiap ibu memang punya visi hidupnya masing-masing, tapi kami bersama-sama ingin bisa excel di bidang yang kami minati masing-masing. Di sinilah saya merasa semangat Islam fastabiqul khairat itu muncul. Semangat saling berlomba untuk mencapai kebaikan, dengan cara masing-masing, dan tujuan mulia masing-masing. Seru, luar biasa, dan sangat mengharukan!

Saya sangat merekomendasikan bunda-bunda yang ingin hidupnya lebih bergairah, lebih berwarna, dan bermakna untuk mengikuti kelas matrikulasi IIP.

Sabtu, 01 April 2017

Berburu Oleh-Oleh di Jepang (repost)

April 01, 2017 0 Comments
Saya mau repost tulisan saya di blog lama, dari sini, karena masih satu topik nih sama tema blog saya yang sekarang, yaitu tentang pariwisata. 

Selamat menikmati :)

...

Woow... cita-cita dari kecil mau pergi ke Jepang alhamdulillah akhirnya kesampaian juga! XD 

Perjalanan babymoon berdua sama suami (bertiga sama si calon bayi dalam kandungan) ini berlangsung selama 8 hari (tambah 2 hari untuk PP ke Indonesia) di minggu kedua bulan ini. Sebenarnya mau cerita banyak tentang pengalaman jalan-jalan kami di sana, mudah-mudahan ada kesempatan ya untuk menuliskannya di sini. Sebelumnya, yang pertama kali ingin saya share adalah di mana lokasi terbaik mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tanah air dan berapa kisaran harganya (untuk beberapa item). Ini penting banget buat mengatur itinerary (jadwal perjalanan) kita nanti biar gak boros waktu dan tenaga (dan gak bikin para bapak-bapak yang gak suka shopping itu marah-marah, hihi) dan pastinya untuk mengalokasikan budget oleh-oleh sejak dini karena Jepang termasuk negara paling muahaal di dunia... >.<

Meskipun tulisan ini bersifat subjektif berdasarkan pengalaman saya dalam satu kali kunjungan ke tiap lokasi, mudah-mudahan tetap bisa membantu buat para calon pelancong yang punya niat pergi ke sana.

Kalau begitu, mari kita mulaaii...

Pertama-tama, saya perlu menjelaskan tipe traveler seperti apakah saya supaya yang baca gak merasa salah alamat baca info di sini.. 
- saya budget traveler (artinya, beli gadget, baju, tas tangan, dan sepatu branded, gak ada dalam daftar oleh-oleh saya)
- maunya cari oleh-oleh yang berciri khas Jepang (dan bukan makanan)
- harga harus pas di kantung
- dan barangnya harus berkualitas

Kota besar yang akan saya kunjungi di Jepang adalah Tokyo dan Kyoto, jadi sebelum berangkat saya sempatkan browsing mencari info di mana tempat membeli oleh-oleh yang terbaik. Saya menemukan beberapa lokasi yang direkomendasikan wisatawan:

Tokyo:
(1)  Nakamise Street, Asakusa
(2)  Kappabashi Street, antara Asakusa dan Ueno Station
(3)  Ueno Station
(4)  Oriental Bazaar, Omote Sandou
(5)  Takeshita-Dori, Harajuku

Kyoto:
(6)  Higashiyama District, dekat Kiyomizudera
(7)  Shin-Kyogoku, dekat Nishiki Market
(8)  Kyoto Handicraft Center

Toko-Toko dengan banyak cabang (bisa ditemui di beberapa kota):
(9)  Daiso
(10) 300 Coins
(11) Tokyu Hands 

Dari seluruh daftar di atas, ada tiga tempat yang tidak sempat saya kunjungi, yaitu Kappabashi Street, Ueno Station, dan Kyoto Handicraft Center. Sebenarnya teman saya yang tinggal di Jepang juga menyarankan belanja oleh-oleh di Akihabara, katanya sih di sanalah belanja oleh-oleh khas Jepang paling murah. Tapi karena ketika ke Akihabara kami tidak ditemani si teman tadi, jadi kami tidak tahu di area mananya Akihabara yang menjual oleh-oleh khas Jepang murah ^^

Nah, di luar daftar tersebut, saya dan suami menemukan tempat yang kami rekomendasikan buat mencari oleh-oleh murah:
(12) Gift shop di kampus manapun
(13) Tokyo Souvenir di bandara

Di antara itu semua, lokasi mana yang paling saya rekomendasikan?
Tokyo Souvenir di bandara Haneda

Kenapa?
Penjelasannya serta penjelasan tempat oleh-oleh lainnya akan saya tuliskan di bawah ini :D
(Maaf tidak ada foto di lokasi, karena hampir semua tempat melarang pengunjung memotret dagangannya. Paling yang saya tempelkan adalah foto barang yang sudah saya beli dari lokasi tersebut)
 

Nakamise Street, Asakusa
Barang yang dijual: kue-kue, makanan dan minuman, gantungan kunci, aksesoris rambut, magnet, kartu pos, furin, dompet, cermin, kipas, payung, sapu tangan, koinobori, sumpit, boneka, pajangan, t-shirt, pedang samurai, kimono, sandal Jepang, lampion, dll.

Tempat ini mirip seperti Kampung Cina-nya Singapura. Katanya sih, di sini tempat beli oleh-oleh paling murah di Tokyo. Saya bayangkan mungkin bisa ya, dapat suvenir bagus di bawah 500 yen (1 yen = 110 rupiah). Sebelum berangkat ke Jepang saya coba cari foto-foto barang dagangan di sini lewat google. Eehh... ternyata tetep aja mahal-mahal! >.< Gantungan kunci bolehlah seharga 300-400an yen. Tapi... rasanya kalau beli gantungan kunci yang cuma bisa dikasih ke satu orang, dengan harga yang segitu banyak kok kayak boros banget yaa.... Dan lagi bagi penerimanya, gantungan kunci itu kesannya gimanaa gitu... Kelihatan banget kita kayak gak niat nyiapin oleh-olehnya. Hehehe... Selain gantungan kunci, harga barang udah di atas 500 yen, bahkan mencapai ribuan yen, seperti pajangan berbentuk boneka dan patung kucing yang harganya mencapai 2000-3000 yen per buah. Sapu tangan dihargai minimal 700 yen, kipas minimal 1000 yen, udah gitu, coraknya buat saya kurang menarik dan kualitas bahannya meragukan. Saat saya ke lokasi dan melihat-lihat, ternyata memang bahan kipasnya itu dari sejenis kertas yang saya curigai gampang rusak. Dalam hal ini saya sepertinya harus setuju dengan pendapat banyak wisatawan kalau oleh-oleh di sini meskipun (katanya) murah, namun kurang berkualitas dan kurang mencerminkan ke-khasan Jepang (gak cantik gituu...). 

Oh ya, menurut saya Nakamise street ini justru cocok untuk membeli cemilan paketan dengan harga relatif murah, seperti kue isi kacang merah, kerupuk beras, dan jajanan pasar lainnya. Akhirnya di sini saya hanya membeli cemilan kue isi kacang merah untuk bekal jalan-jalan. Kue berbentuk kepala Budha dan kepala karakter tradisional Jepang. No meat, no alkohol kata penjualnya, yang sepertinya sudah terbiasa melayani pembeli berjilbab seperti saya :D
 
Kue isi kacang merah 320 yen isi 10 buah.
Oriental Bazaar
Barang yang dijual: dompet untuk tisu, dompet untuk tusuk gigi, handuk, majalah, pecah-belah, furniture, gantungan kunci, aksesoris rambut, magnet, kartu pos, furin, dompet, cermin, kipas, payung, sapu tangan, sumpit, boneka, pajangan, t-shirt, pedang samurai, kimono, sandal Jepang, lampion, dll.

Dari Asakusa, selanjutnya saya mengunjungi Oriental Bazaar yang katanya jadi tempat beli oleh-oleh paling oke di Tokyo meskipun harga lebih mahal daripada di Asakusa. Dan memang benar saja, barang-barang yang dijual di sini lebih cantik dan lebih menarik dibandingkan di Asakusa. Handuk dan sapu tangan di sini lucu-lucu, sayangnya sudah dijual seharga 500 yen ke atas. Semakin murah harganya, semakin kecil ukurannya... jadi gak bisa deh nemuin handuk dengan ukuran yang masih oke buat dijadikan oleh-oleh (gak gede-gede amat dan gak kecil-kecil amat) tapi dengan harga yang masih pas di kantung >.< Selebihnya ada juga barang yang dijual di bawah harga 500 yen... tapi menurut kami sih tidak worth it untuk dibeli dari segi fungsinya. Misalnya saja semacam dompet sangat kecil untuk menaruh beberapa batang tusuk gigi. Buat apa cobaa.... XD dengan budget terbatas begini memang kami jadi sangat pilih-pilih lho untuk belanja oleh-oleh, apa lagi kami kemari di hari pertama jalan-jalan di Jepang, jadi masih mencoba belanja seirit mungkin, hehehe....

Di sini kami juga menemukan pajangan piring (biasanya jadi incaran titipan oleh-oleh dari para ibu-ibu dan tante-tante yang suka koleksi piring suvenir dari luar negeri) dengan ukuran yang lebih manusiawi (ngga kecil-kecil amat seperti di Asakusa). Ada yang harganya 500an yen, tapi hanya bergambar geisha, tanpa ada tulisan yang menunjukkan ke-Jepang-annya. Untuk yang gambarnya lebih bagus dan lebih terasa Jepang-nya, harganya sudah mencapai 1000 yen. Overall, kami merekomendasikan jika ingin belanja oleh-oleh di Tokyo, belanjalah di sini. Tapi siapkan budget khusus dulu yaa..

Akhirnya di sini suami membeli magnet kulkas untuk teman-temannya yang kepingin banget pergi ke Jepang, tapi belum ada kesempatan. Harganya hanya 240 yen per buah, lho! Untuk magnet, kami lebih suka yang dijual di sini daripada yang dijual di Asakusa dilihat dari segi harga dan ke-cakep-an barangnya :)


Magnet kulkas 240 yen per buah

Takeshita-dori, Harajuku
Barang yang dijual: snack, payung, kipas, sepatu, t-shirt, blus, boneka, gantungan kunci, tongsis, dll.

Saya dan suami mengunjungi tempat ini di hari terakhir kami jalan-jalan di Jepang (sebelum besoknya pulang). Waktu ke sini, tujuan belanja saya hanya mencari payung (dengar-dengar kualitas payung di sini bagus, ringan, dan harganya murah) dan sepatu (karena sepatu saya sudah rusak akibat seminggu dipakai jalan, hehehe). Waktu melihat-lihat sepatu, harganya 4000 yen ke atas setelah didiskon. Dan ternyata semuanya model wedges (seluruh telapaknya tinggi), yaah maklumlah, ini tempat belanjanya kaum muda-mudi Jepang 'kan.... Jadi gak ada yang cocok buat bumil seperti saya, hehe... Kalaupun ada yang tidak bertapak tinggi, saya kurang suka modelnya. Akhirnya saya tidak jadi beli sepatu di sini. 

Waktu mencari payung, saya tidak banyak menemukan corak yang menarik. Orang-orang Jepang banyak yang memakai payung bercorak menarik (kalau turisnya banyak yang membawa payung transparan, mungkin karena harganya yang paling murah, 400an yen, dan bisa ditemui di mana saja). Payung di sana juga ukurannya relatif lebih kecil dibandingkan payung di Indonesia, mungkin karena negara kita negara musim hujan, jadi makin lebar payungnya, makin bagus. Pingiiin rasanya beli satu saja payung di sana, yang motifnya cantik tapi juga gak malu-maluin amat kalau dipakai di Indonesia (coba bayangkan, saya pernah lihat payung warna kuning yang berbentuk kepala kucing, ada dua kain segitiga tambahan yang berfungsi jadi kuping kucingnya saat payung itu dibuka--malu-maluin 'kan kalau dipakai di Indonesiaaa >.<). Selama seminggu keliling, saya belum menemukan satu toko yang menjual payung yang motifnya sesuai selera saya, dan terutama, yang harganya pas di kantung! (rata-rata harga payung yang cantik minimal 700 yen) :D Nah saat ke Harajuku inilah, saya akhirnya ketemu payung murah. Tapi hanya tersedia polos satu warna (kuning, hijau melon, krem, coklat susu) atau motif polkadot tapi hanya berwarna hitam. Karena suami tercinta udah pasang muka jutek karena kecapean dan kepanasan, akhirnya saya ambil saja si payung hitam polkadot itu. Di tag-nya sih tertera harga 500-an yen, tapi ketika saya membayar di kasir, ternyata harganya jadi 257 yen loh! Waah... senang sekaliii ^_^ 

Oh ya, saya menemukan satu toko yang khusus menjual payung dengan motif unik (seperti warna isian buah semangka), yaitu di stasiun Shibuya, di area dekat Den-en Toshi Line (toko ini ada di paling ujung, kalau tidak salah benar-benar di dekat tangga sebelum kita ketemu kereta Den-en Toshi ini--artinya sesudah mesin pembayar tiket/tap IC card untuk line ini). Bagi yang berencana ke arah Kanagawa dari Shibuya atau sebaliknya, tentu bisa menyempatkan diri survey payung imut di sini.

Untuk barang lain di Takeshita-dori, yang sempat saya perhatikan adalah blus-blus cewek seharga 500-an yen, kemudian ada juga plush doll sailor moon cs. dan minions (harganya kalau tidak salah 700 yen ke atas).
Payung 257 yen
Higashiyama District, Kyoto
Barang yang dijual: makanan dan minuman, gantungan kunci, aksesoris rambut, magnet, kartu pos, dompet, cermin, kipas, payung, sapu tangan, sumpit, boneka, pajangan, kimono, sandal Jepang, lampion, dll.

Daerah yang terdiri dari jalan Sannenzaka dan Ninenzaka di Kyoto ini berisikan toko-toko yang menjual makanan, minuman, serta suvenir. Berhubung waktu ke sini cuaca di Kyoto sangat panas... ramaaaai turis... dan lagi jalannya menanjak, saya tidak kepikiran sama sekali untuk belanja oleh-oleh di sini. Badan capek, baju keringetan... Ngga enak sekali pokoknya. Toko yang saya dan suami kunjungi cuma tempat yang menjual es serut dan minuman. Tepat di samping toko es serut ada toko yang menjual suvenir. Tapi saya sempat diminta menjauhi toko sama pemiliknya karena waktu itu saya melihat-lihat dagangannya sambil membawa es serut yang baru saya beli. Hehehe... Takut kotor kali yaa.... Setelah menghabiskan es serut dan menunaikan urusan di toilet terdekat, di tengah terik matahari kami pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Kiyomizu-dera. Niat untuk masuk ke toko suvenir saya skip karena berpikir pasti masih banyak yang akan kami temukan lagi di atas nanti. Memang ada beberapa toko suvenir sepanjang jalan menuju kuil, namun akhirnya tidak ada satu pun yang saya masuki untuk survey harga dan kualitas produk ^^ Kalau saya tidak salah ingat, soal harga barang di sini kurang-lebih sama dengan tempat wisata lainnya. Harga dompet-dompet sekitar 1000 yen. Mungkin karena ini juga saya jadi tidak terlalu tertarik untuk shopping di sini.

Shin-Kyogoku
Barang yang dijual: kue-kue, snack, gantungan kunci, aksesoris rambut, magnet, kartu pos, dompet, cermin, kipas, payung, sapu tangan, sumpit, boneka, pajangan, t-shirt, pedang samurai, kimono, sandal Jepang, dll.

Isi barang di sini tidak jauh beda dengan di tempat wisata lainnya, sayangnya sewaktu ke sini saya tidak terlalu memperhatikan harga barang yang dijual karena saya dan suami capek setelah berpanas-panas ria sepanjang jalan dari dan ke Kiyomizu-dera. Yang bisa saya ceritakan hanyalah saya akhirnya menemukan satu toko yang menjual sapu tangan cantik dan mengkilat yang Jepang banget, dengan harga hanya 500 yen (tidak semahal di Oriental Bazaar, dan menurut saya juga lebih cantik daripada di Oriental Bazaar)! Cocok banget buat dikasih ke ibu, mertua, dan kakak ipar. Dengan menemukan sapu tangan ini, hilanglah segala kepenatan saya mencari oleh-oleh buat mereka ^^


*Best Buy*
Tenugui/sapu tangan/pembungkus barang, 500 yen per buah
Satu lagi di jalan sejajar sebelah Shin-Kyogoku, saya menemukan toko dua lantai yang ada tulisan 100 di papan nama tokonya. Ternyata toko ini menjual segala barang seharga 100 yen (plus pajak 8%). Isinya kebanyakan barang harian seperti yang biasa kita temui di minimarket. Tapi di area stationary-nya saya menemukan salah satu best buy saya, notes full-color yang halamannya mengkilat! Uuu...cantik bangeeettt.....



*Best Buy*
Note book 108 yen

Daiso
Barang yang dijual: snack, stationary, kaos kaki, sapu tangan, handuk, furin, dompet, cermin, kipas, payung, perlengkapan rumah tangga, kebutuhan harian, dll 

Daiso ini ibarat toko serba ada yang dagangannya semua seharga 100 yen (plus pajak 8%). Tempat ini jadi andalan para budget traveler buat membeli oleh-oleh. Dari info yang saya dapatkan, saya mengasumsikan barang-barang di Daiso memang bervariasi dan murah, tapi sepertinya kurang khas Jepang. Tapiii..... setelah saya mengunjungi toko ini... ternyata dugaan saya salah! Barang-barang yang dijual di sini imut-imut, cantik, dan masih terasa khas jepangnya. Soal kualitas, yang semula saya pikir kualitas barang tidak terlalu bagus karena harganya yang murah, ternyata juga salah dong... Hampir untuk semua suvenir saya rasa kualitas barang di Daiso lebih bagus daripada yang dijual di Asakusa. Kipas lipatnya tidak menggunakan bahan kertas yang saya curigai rapuh itu. Dan untuk barang-barang stationary, di sini juga banyak yang eye-catching. Jadi buat para budget traveler... yang mau membeli oleh-oleh khas Jepang dalam jumlah banyak, saya sangat rekomendasikan Daiso!

Inilah barang-barang yang saya dapatkan dari Daiso. Saya mengunjungi Daiso di dekat stasiun Fujigaoka Kanagawa dan di Takeshita-dori, Harajuku. Kedua tempat ini memiliki Daiso yang luuuaaas.... (kata teman saya rata-rata Daiso di tempat lain ukurannya kecil-kecil). Setiap produk yang tidak diberi label harga, artinya harganya 100 yen. Salah satu best buy saya di sini adalah kipas lipat yang kalau dibuka, tidak berbentuk segitiga seperti kipas lipat lainnya, melainkan oval. Cantik banget kaan? :D Kipas yang cuma saya temui di Daiso ini dihargai 150 yen.


Atas: alas piring.
Tengah: sumpit couple, buku resep, kipas bulat
Bawah: sumpit couple, kipas pakai baterai, sapu tangan, kertas origami
Semuanya 108 yen, kecuali kipas lipat oval seharga 162 yen (sudah termasuk pajak 8%)

*Best Buy*

Kipas lipat oval, 162 yen


Ini buku resep yang saya temukan di Daiso Harajuku,
lucu ya :)

300 Coins
Barang yang dijual: aksesoris perempuan, perlengkapan kosmetik, perlengkapan rumah tangga, bantal, dll 

Saya menemukan toko ini di dalam beberapa mall dan stasiun. Saya sempat masuk ke 300 Coins yang berlokasi di Aeon Mall, Okayama. Sepertinya isinya hanya diperuntukkan untuk kalangan perempuan. Barang yang dijual mulai dari aksesoris rambut, kaos kaki, stocking, perlengkapan kosmetik, dan beberapa pernak-pernik perempuan lainnya. Ada juga keperluan rumah tangga, tapi menurut saya tidak cocok untuk jadi oleh-oleh. Kebanyakan pengunjungnya pun perempuan. Ada juga laki-laki di toko ini, tapi sejauh yang saya lihat mereka datang bersama pacarnya, alias cuma menemani sang pacar shopping :D

Tokyu Hands
Barang yang dijual: stationary, bahan baku kerajinan tangan, dll

Saya ketemu toko ini di dalam Aeon Mall, Okayama, dan satu lagi di stasiun Kurashiki, tapi yang di Kurashiki ini tidak saya kunjungi. Ruangannya luas sekali. Isinya sesuai dengan info traveler lain, adalah beragam stationary yang imut, serta bahan-bahan untuk kerajinan tangan. Karena waktu ke sini saya gak bisa lama-lama, saya cuma berkutat di sekitar bagian yang menjual kartu pos, karena adik saya pesan oleh-oleh kartu pos dari Jepang. Nah bagi yang memang ingin mencari oleh-oleh kartu pos, stempel, notes atau perlengkapan stationary lainnya, di sini gudangnya. Banyak barang dengan desain unik dan menarik di sini. Untuk kartu pos sendiri setelah melihat yang dijual di Asakusa dan Oriental Bazaar, saya lebih suka sama yang dijual di sini. Ada kartu pop-up/3 Dimensi yang cantik untuk dijadikan pajangan di meja kantor, harganya paling murah 300-an yen. Saya ambil satu buah untuk oleh-oleh, yaitu seperti yang di bawah ini...



Kartu pajangan pop up/3 Dimensi 432 yen

Gift Shop Kyoto University
Barang yang dijual: note book, kipas, bendera segitiga, loop (kaca pembesar) tapi terbuat dari mika, pensil, pulpen, kancing seragam sekolah laki-laki, pin, topi, t-shirt, dll yang semuanya bertuliskan/bergambarkan logo Kyoto University

Ini nih, toko suvenir yang menurut saya menjual barang-barang yang cocok untuk diberikan ke dosen, guru, ayah, ayah mertua, paman, abang, adik laki-laki, serta teman laki-laki. Secara hampir semua suvenir di Jepang itu imut dan manis, alias cuma cocok buat perempuan, makanya mau mencari oleh-oleh dari Jepang untuk manusia berjenis kelamin laki-laki ini agak tricky buat saya. Hehehe....

Harga barang di sini beragam. Paling murah saya menemukan loop dari mika seharga 260 yen, dan note book kecil (isinya hanya potongan HVS, lalu covernya kain yang bercorak Jepang) seharga 360 yen. Pensil dan pulpen kalau tidak salah berharga 600-800 yen, topi mendekati 1000 yen, dan t-shirt 2000 yen.

Gift shop seperti ini saya yakin pasti ada di kampus-kampus ternama di setiap kota, misalnya Tokyo University. Untuk di Kyoto University, lokasi gift shop-nya ada di kawasan gedung utama, tepat sebelum kantin Camphora yang menjual masakan halal. Sempatkan saja mampir jika ingin mencari oleh-oleh dengan nuansa berbeda untuk orang-orang tercinta.


Note book @ 360 yen,
dan kaca pembesar dari mika 260 yen

Tokyo Souvenir di Bandara Haneda

Barang yang dijual: kartu remi, gelas sake untuk pajangan, sumpit mewah, boneka kucing, boneka pajangan, snack, aksesoris rambut, gantungan kunci, magnet, dompet, cermin, kipas, payung, kimono, sandal Jepang, dll.

Nah, ini dia lokasi jual suvenir yang paling saya rekomendasikan. Di tempat inilah saya paling puas hunting oleh-oleh, karena sudah mau pulang ke Indonesia, saya tidak khawatir lagi kehabisan uang Yen di kantung, jadi bisa belanja sepuasnya! Hehehehe....

Tapi selain itu tentu ada alasan yang lebih kuat lagi kenapa saya suka belanja di sini. Pertama, karena di sini semua barangnya bebas pajak. Dan yang paling utama adalah karena barang-barang yang dijual di sini berbeda dari yang ditemukan di lokasi wisata... Lebih terasa khas Jepangnya lho, lebih elegan juga, dan harganya tergolong lebih murah!

Karena tidak menemukan pajangan piring, saya akhirnya membeli pajangan sake set untuk ibu dan ibu mertua di sini. Di luar dugaan, harganya hanya berkisar 1000-1200 yen (berisi 5 buah gelas sake), tapi bahan dan motifnya itu looh.... cakeeeepp banget! Sementara di Oriental Bazaar, piring pajangan yang ukurannya mini, satu buah saja sudah sama harganya dengan sake set ini. Buat saya ini sangat menguntungkan. Nah, bagi yang ingin membelikan juga ke tante-tante atau ibu-ibu lain (yang pastinya demen banget diberikan oleh-oleh begini), bisa juga membeli beberapa set, lalu nanti dibagi-bagi dua/tiga gelas ke setiap orang. Jadi irit kaan? Hehee....

Lokasi Tokyo Souvenir ada di dalam bagian imigrasi. Artinya, kalau kita ke sini, kita sudah harus melalui gerbang imigrasi, yang mana di sana kartu yang ditempeli di paspor kita ketika datang ke Jepang dirobek sama petugas, dan kita sama sekali tidak bisa kembali ke area sebelumnya di dalam bandara alias bye-bye Jepang....  Karena itulah semua toko yang ada di area imigrasi bebas pajak. Setelah melewati banyak toko mewah yang didominasi produk branded dari Eropa/Amrik, dan satu buah toko mini Uniqlo, Tokyo Souvenir ada di lokasi paling ujung sebelum kita masuk ke area ruang tunggu masuk pesawat. Ini satu-satunya tempat membeli suvenir khas Jepang di dalam area imigrasi bandara Haneda.




Sake set. Kiri 1150 yen, atas 1200 yen, bawah 1000 yen


Jepit rambut 700 yen

Ada juga kartu remi dengan gambar
geisha/pesumo/gunung fuji di belakangnya
seharga 1200 yen, tapi tidak sempat difoto ^^

Semoga ulasan yang apa adanya ini bisa memberi gambaran bagi calon-calon pelancong di negeri Sakura itu yaa... buat menentukan mau belanja di mana dan berapa budget minimal yang harus dipersiapkan :) 

Selamat jalan-jalaan...!