Cincopa Gallery

...

Rabu, 26 April 2017

Investasi Syar'i di Pasar Modal

Hasil gambar untuk investasi syari

Tempo hari saya terlibat dalam percakapan mengenai status syar'i-tidaknya investasi di pasar modal atau saham dengan beberapa orang ibu. Ada sebagian ibu yang berpendapat investasi tersebut diperbolehkan (termasuk saya--dengan beberapa pertimbangan pilihan perusahaan tentunya), dan ada sebagian lain ibu yang dalam posisi berhati-hati karena khawatir terjebak dalam transaksi yang dilarang agama. Percakapan terhenti sampai di situ, dengan harapan masing-masing dari kami akan mencari dasar yang tepat mengenai hal ini dari ahlinya.

Nah kebetulan sekali, hari ini saya berkesempatan bertemu lagi dengan salah seorang dosen di kampus yang mengampu mata kuliah teori portofolio, yang memang khusus mempelajari keputusan berinvestasi, termasuk di dalamnya saham. Sejak terjadi perubahan alokasi ruangan bagi dosen di Unidha, memang saya jadi sulit bertemu dengan beberapa teman dosen. Jadi kesempatan ketemu dengan teman-teman tertentu jadi berharga sekali untuk saya manfaatkan sebaik-baiknya. Hehe....

Jadi berdasarkan wawasan yang dipahami oleh Pak Febri dosen dengan spesialisasi investasi di Unidha, pada dasarnya semua perusahaan meminjam modal kerja ke bank. Bagi yang meyakini bahwa transaksi di bank adalah riba, berarti mengamini juga bahwa semua perusahaan tersebut melakukan praktik riba, termasuk semua perusahaan yang terdaftar di dalam bursa efek. 

Lalu, bagaimana pandangan MUI soal ini? Ternyata MUI agak longgar dalam hal ini. MUI menetapkan batas leverage tertentu bagi perusahaan untuk menentukan status syar'i-tidaknya kita berinvestasi untuk perusahaan tersebut. Leverage ini mungkin bahasa awamnya kemampuan perusahaan untuk mencari modal, yang salah satunya melalui bank. Jika besar dana yang perusahaan ambil dari bank melebihi porsi tertentu, artinya perusahaan tersebut melakukan riba yang tidak bisa ditolerir, sehingga tidak seharusnya umat muslim berinvestasi untuk perusahaan tersebut. 

Pertanyaan selanjutnya, dari mana kita bisa mengetahui besaran dana yang dipinjam sebuah perusahaan ke bank? Untuk menjawab ini, kita perlu membuka laporan keuangan tahunan perusahaan yang telah dipublikasikan perusahaan tersebut untuk khalayak umum. Tampak ribet, ya? Yup.... Tapi jangan khawatir, ternyata hal ini sudah diatasi oleh Jakarta Islamic Index (JII) yang menaungi seluruh perusahaan yang meskipun meminjam modal juga di bank, namun masih dikategorikan layak atau syar'i jika umat muslim ingin berinvestasi di dalamnya.

Hal lain yang perlu menjadi pertimbangan adalah produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Kita sebagai umat muslim tentu harus menghindari perusahaan yang memproduksi produk/jasa yang tidak syar'i, seperti misalnya perusahaan yang memproduksi minuman keras, rokok, senjata, barang ilegal, serta perbankan. Hal ini didasari atas dalil yang menyatakan bahwa jika suatu barang/jasa statusnya haram, maka segala transaksi yang melibatkan barang/jasa tersebut dinyatakan haram, termasuk jual-beli saham bagi perusahaan yang memproduksi barang/jasa tersebut.

Jadi dapat disimpulkan, jika ingin menghindari praktik tidak syar'i dalam berinvestasi di pasar modal, kita bisa berinvestasi ke perusahaan yang terdaftar dalam JII, atau jika ingin melalui bursa efek konvensional, setidaknya hindari investasi ke perusahaan yang memproduksi barang/jasa yang tidak syar'i. 

Demikian uraian singkat-padat yang saya terima dari Pak Febri. Tentu jika Bunda ingin mendalaminya lebih lanjut, sebaiknya cross-check ke ahlinya, yaitu ulama yang memahami ilmu agama dan investasi keuangan.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar