Gambar dari sini |
Beberapa hari yang lalu saya melakukan perjalanan udara dari Pekanbaru ke Padang bersama si kecil Sofie (usia 15 bulan) dan Bu Yen, ibu pengasuh Sofie. Penerbangan yang menggunakan maskapai Citylink ini mengharuskan kami transit sekali di Batam selama tiga jam. Jika ditambah waktu selama penerbangan, keberangkatan dari rumah menuju bandara di Pekanbaru serta perjalanan dari bandara Padang menuju rumah, total waktu yang harus kami tempuh bisa melebihi enam jam. Wuih, sungguh waktu yang panjang bagi si kecil. Kalau kami naik moda transportasi darat, travel misalnya, memang mungkin lebih nyaman bagi si kecil ya, karena kita tinggal duduk dari rumah sampai tiba ke rumah tujuan, kita pun bisa saja tidur selama di mobil. Tapi lama perjalanannya itu lho, bisa menghabiskan waktu sembilan jam. Karena alasan inilah kami memutuskan untuk naik pesawat pada perjalanan ini.
Satu hal yang sempat saya khawatirkan adalah bagaimana si kecil bisa tahan bepergian jauh, yang mengharuskan dia tetap terjaga--karena kalau naik pesawat, tentu kita harus mobile; tidak duduk terus seperti di mobil. Soalnya dalam enam jam perjalanan itu, ada dua kali jadwal tidur yang harusnya dinikmati Sofie. Wah, kalau jadwal tidurnya terganggu, jangan-jangan si kecil akan rewel niihh....
Untungnya, kecemasan saya tidak terjadi. Alhamdulillah sekali Allah memberikan kemudahan dan kenyamanan selama di perjalanan. Meskipun perjalanan lama, tapi Sofie bisa tidur dua kali sesuai jadwalnya, pertama saat di mobil menuju ke Bandara Sultan Syarif Qasim II Pekanbaru, dan kedua, saat di dalam pesawat dari Batam ke Padang. Dan pada tulisan kali ini, yang mau saya ceritakan bukanlah soal jadwal tidurnya Sofie (hihi), melainkan bagaimana saya dan si kecil bisa melalui tiga jam transit di bandara Hang Nadim Batam dengan nyaman.
Ada tiga lokasi yang akan saya ulas di sini, yaitu mushola, executive lounge, dan ruang menyusui.
➽ Mushola
Begitu tiba di Bandara Hang Nadim, sesuai dengan aturan penumpang transit, kami harus turun dari pesawat untuk melapor ke meja transit Citylink (di lantai satu) dan kembali ke ruang tunggu untuk menunggu jadwal keberangkatan selanjutnya. Meskipun perjalanan kami selanjutnya masih tiga jam lagi, tapi saya putuskan untuk mengurus ini dulu sebab pada pengalaman melapor transit sebelumnya di bandara yang sama, saya harus cukup lama berebut antrian (iya, berebut, soalnya tidak ada garis batas antrian di sana) dengan penumpang lain yang ingin transit juga ke berbagai kota di Indonesia, sementara petugas di meja ini hanya ada satu orang. Untunglah di kesempatan kali ini, antrian di depan saya tidak sepanjang sebelumnya. Tapi begitu saya selesai dan saya menoleh ke belakang, woow sudah ada lebih dari selusin orang yang mengantri. Mereka nampaknya rombongan dari pesawat Citylink lain yang baru saja mendarat.
Kemudian karena waktu sudah memasuki jam sholat zuhur, saya, Sofie dan Bu Yen mencari mushola. Kebetulan kami menemukan mushola di lantai dua tepat sebelum gerbang pemeriksaan untuk masuk ke ruang tunggu. Saya yakin di dalam ruang tunggu pasti ada mushola juga, tapi karena mushola yang ini terlihat cantik dari luar, maka saya memilih untuk sholat di mushola ini saja. Ternyata, yang terlihat cantik dan luas itu area sholat laki-laki, sedangkan area sholat perempuan lebih kecil dan tidak ada jendela ke luarnya 😡 Lucunya juga, area sholat perempuan itu masuknya dari area wudhu laki-laki, sementara wudhu untuk perempuan sendiri ada di toilet perempuan. Hahaha, bingung 'kan?
Mushola perempuan, dilengkapi mukena, namun cuma muat dua shaf |
Terlepas dari membingungkannya denah area sholat dan tempat wudhunya ini, saya merasa senang karena bisa sejenak duduk selonjoran kaki. Sofie pun bisa menggerakkan badan dan jalan-jalan tanpa sepatu. Di sini saya sempatkan juga untuk menyusui Sofie. Sambil menunggu Bu Yen sholat, saya ajak Sofie untuk membaca mushaf Al Quran yang disediakan. Eh tapi dia malah menghambur-hamburkan halaman yang robek 😒 Al Qurannya jadi saya tutup dan kembalikan ke rak deh.
➽ El John Executive Lounge
Dari mushola, akhirnya kami melalui gerbang masuk area ruang tunggu. Ruang tunggu bandara di Batam ini ternyata luaas sekali. Setahu saya ada 9 gate, gate A3 hingga A9 diperuntukkan bagi penerbangan domestik, sementara gate A1 dan A2 dugaan saya untuk penerbangan internasional. Sepanjang ruang tunggu tersebut berjejer gerai dagangan untuk suvenir mulai dari pakaian hingga minuman keras. Inilah yang berbeda dengan bandara di Padang maupun Pekanbaru; gerai dagangannya berasa "lebih Jakarta" karena lebih variatif dan menarik. Sekilas melihatnya, saya merasa seperti ada di dalam mall 😋
Sambil menelusuri deretan gerai dan ruang tunggu, saya mencari lounge. Lounge jadi pilihan saya karena kami akan menghabiskan waktu yang cukup lama sebelum naik pesawat. Di dalam lounge pastilah kita bisa istirahat dengan lebih nyaman karena lebih privat, banyak tersedia sofa, dan pastinya bebas makan sepuasnya. Hingga hampir di ujung koridor, di depan ruang tunggu A7 dan A8, barulah kami menemukan lounge yang terbuka. El John Executive Lounge, dikhususkan bagi nasabah prioritas Bank Mandiri. Artinya, kalau Anda memiliki kartu kredit tipe tertentu dari Bank Mandiri, Anda bebas menggunakan lounge tersebut dengan biaya yang (biasanya) hanya Rp 1,00. Sementara bagi yang tidak memiliki kartu kredit tersebut, tetap boleh masuk dengan cas sebesar Rp 75.000,00 per orang (untuk anak usia 5 tahun hingga dewasa).
Ruang duduk di lounge ini luasnya sekitar 10x10 meter persegi. Sayangnya, karena hanya satu lounge ini yang beroperasi saat itu (saya melihat ada lounge Garuda Airlines sebelumnya, tapi tampak tutup dari luar), lounge-nya terisi hampir penuh. Bangku sofa masih ada, tapi posisinya sudah harus bersenggolan dengan penumpang lain. Akhirnya kami pilih bangku biasa yang ada di pinggir, dengan pemandangan ke area check in di lantai bawah.
Makanan yang disediakan hari itu ada gulai ayam, cap cay, ikan asin, lalapan, tiga macam bolu, bubur ketan hitam, bakwan dengan pilihan saos sambal atau saos kacang, gado-gado, sereal, susu, aqua, jus, teh, dan kopi. Bu Yen yang baru pertama kali makan ke lokasi all you can eat seperti ini senang sekali dan menyicipi semua menu. Hehehe... Di dalam lounge ini disediakan satu toilet laki-laki dan perempuan. Sayangnya tidak ada mushola seperti lounge di bandara Padang dua tahun lalu sebelum dirombak menjadi seperti sekarang. Sebagai gantinya, di lounge ini disediakan ruang untuk servis refleksi kaki yang bisa digunakan dengan membayar Rp 50.000,00 per setengah jam.
➽ Ruang Menyusui
Satu jam sebelum boarding, saya dan rombongan keluar dari lounge. Saya ingin mencari mushola lagi untuk menyempatkan menyusui Sofie sebelum naik pesawat. Saya kesulitan menyusui si kecil selama berada lebih dari satu jam di dalam lounge dikarenakan terlalu ramainya pengunjung di sana. Untuk menuju mushola terdekat dari lounge, kita hanya perlu menyeberangi lorong di depan lounge untuk masuk ke area ruang tunggu, lalu cari tangga turun di sebelah kiri. Turun, dan tibalah kita di ruang tunggu A9, yang ternyata lokasinya ada di lantai bawah. Sebenarnya niat awal mau ke mushola, tapi eh, kami justru menemukan ruang ibu dan anak tepat di samping tangga turun. Saat dibuka, wow, alhamdulillah bersih, nyaman, dan... kosong! 💗
Wajah bahagia bertemu sofa :D |
Di dalam lemari disediakan perlak, lho! |
Yang bisa dipakai di antara benda-benda di atas hanya tempat sampah dan cermin |
Di dalam ruangan ini sebenarnya sudah tersedia segala keperluan ibu dan bayi, namun sayangnya sebagian tidak dirawat dan tidak lengkap. Contohnya, ada dispenser tapi tidak ada galon airnya. Ada wastafel, tapi tidak keluar airnya. Dan lagi, jika kita tuang air ke atas wastafel, eh, airnya malah merembes ke bawah membasahi karpet. Artinya saluran pipa airnya rusak dan tidak diperbaiki. Mudah-mudahan pihak manajemen Bandara Hang Nadim mau memperhatikan kelayakan fasilitas di ruang menyusui ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar