Selasa, 20 Oktober 2020
Kamis, 15 Oktober 2020
Menerapkan Ilmu Tidak Marah ala Magnet Rezeki (bagian 1)
Teman-teman pernah mencoba belum, ketika kita bersabar dan tidak marah saat menghadapi sebuah persoalan, Allah akan mengganti kerugian yang kita alami dengan hal yang lebih baik dan tidak kita duga-duga?
Ini satu ilmu yang saya pelajari ketika mendengarkan materi Magnet Rezeki di youtube. Simpel banget kedengarannya, ya? Namun percayalah, praktiknya sangat amat tidak mudah untuk dilakukan. Banyak sekali hal-hal yang memicu amarah yang biasa saya temui sehari-hari. Ya, namanya juga seorang ibu dengan anak balita... Ditambah masih suka egois di hadapan suami. Aduh, praktik ilmu ini sungguh luar biasa perjuangannya.
Nah, saya mau cerita nih pengalaman awal saya bersabar dan tidak marah ketika menghadapi persoalan. Pengalaman kecil dan sederhana aja, kok. Belum mengalami yang hebat-hebat waktu itu. Hihihi... Teman-teman mau tahu?
Jadi, waktu itu saya sedang menyetir sendiri di mobil, habis mengantar anak ke PAUD-nya. Waktu itu jam menunjukkan waktu hampir pukul 08.30 pagi, yang artinya saya harus segera memacu gas untuk ke tempat senam. Saya masuk ke sebuah gang kecil yang memang biasa saya lalui dan merupakan jalur terpendek untuk menuju ke sana. Saat hampir sampai di ujung gang, masuklah sebuah mobil Pajero hitam, besar, dan mengkilap yang berbelok tepat ke arah saya.
Wah, apa-apaan ini? Dia sudah lihat dari jauh kalau ada mobil saya di sini. Kenapa dia tidak berhenti sejenak sebelum berbelok, dan membiarkan saya keluar dari gang sempit ini dulu, baru dia masuk? Mobil itu, di luar dugaan, malah terus melaju dan mendesak saya untuk mundur, lebih jauh daripada jarak ia mundur ke persimpangan di belakangnya, sampai ke area jalan yang memungkinkan mobil kami berselisih. Namun waktu itu ada sebuah gerobak sampah yang juga diparkir di sana. Aduh, makin susah deh untuk parkir mundur. Sikap pengemudinya yang tampak arogan juga membuat saya kesal. Sombong bener ini orang, mentang-mentang pakai mobil mahal. Saya pelototi terus si pengemudi ini ketika mobilnya lewat.
Saya perhatikan dari spion, mobil itu berhenti di depan satu-satunya rumah elit di gang sempit itu. Turun seorang bapak dari samping bangku pengemudinya. Baru saya menyimpulkan, berarti si pengemudi itu kemungkinan besar supirnya. Namanya supir, biasanya tingkahnya memang belagu begitu, pikir saya. Kemudian saya pun kembali melanjutkan perjalanan saya.
Saya lihat jam di dasbor mobil. Waduh, ini sih sudah pasti saya akan terlambat sampai di tempat senam. Saya pun seketika teringat dengan pesan dari ajaran Pak Nasrullah di Magnet Rezeki untuk menurunkan garis kebenaran dan tidak marah ketika mendapatkan persoalan, agar rezeki tidak lari. Otomatis saya beristighfar. Saya upayakan sekuat hati, meski hati masih sangat dongkol, untuk memaafkan pengemudi tadi, dan mendoakan semoga ia diberikan kebahagiaan dan kemuliaan oleh Allah. Widiihh... Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi saya terus berusaha sepanjang jalan sampai akhirnya kekesalan itu sedikit berkurang.
Dan tahu tidak, apa yang terjadi ketika saya sampai di tempat senam?
Lho, saya ini 'kan sudah terlambat hampir 15 menit? Kenapa belum ada suara musik yang kedengaran dari luar, ya?
Begitu saya masuk, saya lihat teteh si guru senam masih asyik ngobrol dengan salah satu anggotanya.
"Belum mulai, teh?"
"Belom, ini baru dua orang yang datang. Ibu-ibu yang dari sekolah Pragama (ini sekelompok ibu-ibu anggota senam yang anak-anaknya sekolah di satu sekolah yang sama) terlambat semua karena ada acara pagi ini di sekolah anak-anaknya."
Allahu akbar... Maasya Allah... Ini sih, keren bangeett.
Senin, 06 April 2020
Mini Project: Majalah Elektronik untuk Komunitas
Jumat, 13 Maret 2020
Perubahan setelah Berkeluarga
Kalau ditanyai itu, saya akan menjawab bahwa setelah berkeluarga, saya jadi jauh lebih mengenal para tetangga dibandingkan ketika masih lajang.
Lho, kok bisa??
Hehe... Jadi begini, saat masih lajang dulu, sedari kecil, keluarga saya senantiasa hidup nomaden. Kami sekeluarga sudah pernah tinggal di 3 kota yang berada pada 3 pulau yang berbeda. Di masing-masing kota pun, rumah kami berpindah-pindah. Setidaknya sudah ada 7 rumah yang pernah saya tinggali bersama orang tua. Kemudian semasa kuliah, saya juga tinggal di 2 kota yang berbeda, dan tinggal di 3 kosan yang berbeda. Lalu saat bekerja, saya pun menempati 2 tempat tinggal yang berbeda di kota yang berbeda lagi. Kebayang kan, saya harus selalu siap beradaptasi dengan lingkungan baru. Begitu mulai akrab dengan para tetangga... Eh, sudah saatnya harus pindah lagi.
Nah, jadilah ketika menikah, saya menempati rumah atau tempat tinggal yang ke-13. Selama 5 tahun, saya belum pernah pindah lagi dari rumah ini. Mungkin juga karena sekarang status saya sebagai seorang ibu rumah tangga, saya jadi lebih sering keluar rumah dengan beragam tujuan. Saya jadi kenal dengan bapak tukang sayur ramah yang setiap hari lewat, ibu batak penjual gorengan yang sudah mulai berkeliling saat langit masih gelap, adik kecil penjual donat, pengemudi gojek teman main suami kala kecil, bapak pengantar air isi ulang yang suka ngobrol, abang-abang petugas kebersihan yang suka membantu, ibu RT sekaligus kepala PAUD yang ceria, suami-istri pengelola usaha laundry yang amanah, bapak penjahit yang pendiam, kakak penjahit anak bapak bendahara Masjid, bapak bendahara Masjid bapaknya kakak penjahit, mba-mba penjual sate paling enak seantero Padang, abang-abang pemilik rumah makan mie ramen yang ternyata rajin fitnes, om-om preman setempat yang selalu rajin hadir kala ada warga yang kemalangan, tetangga-tetangga lainnya, sampai mahasiswa saya yang ternyata tinggal di dekat sini.
Saya yang terbiasa tinggal berpindah-pindah sebenarnya pernah merasa bosan... Berharap suami mengajak pindah ke tempat baru. Tapi makin ke sini, saya makin menikmati nikmatnya hidup mengenali dan dikenali oleh para tetangga. Ke mana-mana kok rasanya lebih aman, ya, karena saya tahu ada rumah kenalan saya di setiap sudut jalan. Inilah yang bikin lingkungan rumah saya sekarang berasa jauh lebih homey.
Kalau kamu, apa perubahan yang kamu rasakan setelah berkeluarga?
Sabtu, 07 Maret 2020
Perencanaan Proyek Keluarga
Kamis, 27 Februari 2020
Film Juror 8 (2019)
Film ini mengisahkan kasus pengadilan pertama di Korea Selatan dengan menggunakan sistem juri. Sistem juri ini adalah sistem pengambilan keputusan persidangan oleh hakim dengan mempertimbangkan pendapat dari rakyat sipil. Hal ini berbeda dengan sistem pengadilan sebelumnya yang hanya berlandaskan atas pertimbangan hakim semata.
8 orang warga sipil secara acak dipilih untuk menjadi juri. Mereka berasal dari latar belakang yang sangat beragam, mulai dari sekretaris pejabat, sosialita, mahasiswa, sampai tukang balsem mayat. Kasus pertama yang mereka hadapi yang sekaligus menjadi tahap uji coba sistem juri adalah kasus dugaan pembunuhan seorang perempuan paruh baya oleh putranya yang cacat. Sebenarnya bila dilihat dari hasil penyelidikan polisi, bukti forensik, kesaksian saksi mata, dan pengakuan terdakwa sendiri bahwa ia membunuh ibunya, kasus ini bisa selesai dengan cepat. Namun, Juri no.8, tokoh protagonis dalam film ini, merasa ragu bahwa terdakwa memang 100% bersalah. Ia pun berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin data serta meyakinkan juri-juri lainnya bahwa mereka harus meninjau ulang segala bukti dan kesaksian saksi mata untuk memperoleh kepastian.
Senin, 17 Februari 2020
Prasangka Tak Selalu Nyata
Saya pernah.
Dan sayangnya, setelah hampir satu dekade berhasil menghindari kelompok ini, saya terseret masuk kembali ke dalam lingkaran mereka secara terpaksa.
Mau keluar?
Ng... Kalau keluar terang-terangan, that's not cool....
Akhirnya saya pasrah saja berada di dalam kelompok ini, lagi... Dan mencoba meminimalisir interaksi saya, sebagaimana individu-individu lainnya yang sepertinya juga bernasib sama seperti saya.