Cincopa Gallery

...

Kamis, 01 Juni 2017

Game Bunsay Level 1 Day 2: Masalahmu bukan Masalahku (?)

Hasil gambar untuk quotes intonation

#level1
#day2
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip 

Kaidah 7-38-55

Dua hari yang lalu, terjadi musibah sekota Padang. Hujan lebat berjam-jam (benar-benar lebat, langit seperti marah, saya pikir) yang turun entah sejak kapan. Saya baru menyadarinya menjelang bangun untuk sahur. Karena si kecil sedang menyusu, saya tertahan untuk bangkit dari kasur. Suami pun mendului. Tapi ternyata... banjir! Rembesan air dari halaman masuk sampai ke dalam kamar. Tingginya sekitar 4-5 cm. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Hal ini berarti dua hal: pertama, hujan sudah berlangsung begitu lama dan curahan airnya begitu deras sehingga saluran air di pekarangan rumah kami tidak sanggup mengalirkan seluruh airnya ke luar, dan kedua, saluran air itu sendiri tersumbat oleh dedaunan kering atau sampah plastik. Dua-duanya betul! Jadilah kami sekeluarga siaga di dini hari tersebut. Suami mendorong air di dalam rumah dengan pendorong air karet semampunya, sementara saya mendudukkan si kecil di atas mainan kuda-kudaan kesayangannya yang bisa didorong ke mana-mana sembari bolak-balik menyiapkan masakan sahur untuk suami. 

Hujan baru benar-benar berhenti sekitar pukul 10 siang. Kota Padang hari itu lumpuh total. Hampir semua akses jalan tertutup karena banjir. Namun alhamdulillah masalah kebanjiran di dalam rumah sudah bisa kami atasi dua jam sebelumnya. Saya perhatikan tidak banyak barang yang perlu perhatian serius pasca tergenangi air. Jadi saya merasa tidak banyak kerugian kami akibat banjir ini.

Namun ternyata saya salah duga. Di malam harinya saya baru menyadari kalau laptop yang saya simpan di dalam tas tangan kulit saya lembab. Ternyata air tetap merembes masuk ke dalam tas yang memang saya letakkan di lantai tersebut dan membasahi sedikit sisi laptop. Saya pun membuka laptop, menyeka sisa air yang menempel di keyboard, dan meletakkan laptop di atas meja semalaman dengan harapan esok hari laptop kering dan bisa saya pergunakan kembali seperti sedia kala.

Pagi harinya, laptop yang tidak bisa menyala itu saya cas. Dugaan saya baterainya habis karena sehari sebelumnya saya habis memakai laptop tersebut cukup lama. Menjelang tengah hari, laptop saya hidupkan dan berhasil! Namun bukan layar pembuka biasa yang saya temui, melainkan layar putih terang, lalu kemudian menjadi hitam kelam dan muncul perintah untuk menjalankan sistem perbaikan. Saya, yang agak ragu harus melakukan apa, karena tidak terbiasa mengutak-atik sistem operasional komputer, bertanya pada suami yang sedang duduk tidak jauh menikmati film di depan komputer.

Baiklah, situasi genting dimulai. Dalam pikiran saya berkelebat banyak pertimbangan sekaligus. Pertama, saya tahu suami tipe orang tidak suka diganggu saat sedang melakukan aktivitas favoritnya, menonton film. Kedua, suami tidak suka didesak untuk melakukan suatu hal yang tidak direncanakan sebelumnya, namun juga tidak akan bergerak kalau tidak diingatkan berulang-ulang. Ketiga, apalagi jika berkaitan dengan pengeluaran yang tidak sedikit (dalam hal ini, ada kemungkinan saya harus ganti laptop). Keempat, laptop ini ibarat nyawa bagi seorang dosen seperti saya, jadi saya harus memperjuangkannya. Kelima, jika saya memutuskan untuk mengganggu aktivitas suami saat itu juga, saya harus menggunakan argumen yang singkat, masuk akal, dan intonasi suara yang tidak meninggi.

Akhirnya saya putuskan untuk mengatakan tentang kondisi laptop saat itu juga. Seperti dugaan saya, suami merasa terganggu, menjawab dengan tidak kooperatif, dan kesal. Kemudian daripada tidak ada solusi yang muncul, saya memutuskan untuk diam, dan memproses sistem perbaikan sendiri. 

Beruntung, hanya dua kali klik, tidak lama kemudian muncul tampilan layar laptop sebagaimana biasa. Saya cek file data perkuliahan saya, alhamdulillah masih ada. Namun saya menemukan ada masalah yang krusial, saya tidak mampu mengetik dengan baik. Dugaan saya masih ada air yang terjebak di dalam keyboard sehingga ada tombol-tombol di sisi bekas terkena air menjadi selalu aktif, padahal tidak saya tekan. Hal ini mengakibatkan tombol lainnya tidak dapat berfungsi.

Dengan kondisi yang seperti ini, kembali saya minta bantuan solusi dari suami. Saya masih mendapat respon yang sama, bahkan penolakan suami lebih alot. Segala alasan keengganannya untuk membantu saya saat itu saya patahkan dengan argumen singkat dan dengan intonasi dan bahasa tubuh yang terkendali. Saya katakan padanya bahwa saya membutuhkan kondisi laptop baik segera, untuk beraktivitas besok di kampus. 

Belum. Belum ada solusi dari beliau.

Dalam kondisi biasa, saya pasti sudah menangis menghadapi ketidakpekaan suami seperti ini. Tapi hari itu, seolah pengalaman saya mengatakan kepada diri saya kalau menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Bisa saja permintaan saya saat itu tidak langsung dijawab oleh suami.... Inilah yang namanya proses, bisa jadi perubahan sikap suami yang saya inginkan baru terbentuk berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan ke depan. Kalau saya menangis, suami justru semakin sebal, merasa terintimidasi, dan hasilnya justru tidak akan baik bagi kami berdua. 

Pada saat ini juga masuk selintas pikiran dalam benak saya. Suami saya sudah selama setahun ini mengalami gangguan mood dan kesehatan akibat masalah di lingkungan kerjanya. Masalah tersebut sangat besar andilnya membentuk sikap defensif dan tidak kooperatif suami di rumah. Saya berusaha mempertimbangkan hal tersebut sehingga saya jadi tidak terlalu makan hati atas sikap suami.

Saya pun memutuskan untuk melakukan hal lain yang saya bisa. Lalu dengan tenang saya minta suami untuk minggir dari komputer karena saya mau meng-input nilai mahasiswa. Tanpa ada keengganan sedikit pun, suami langsung beranjak dari tempat duduknya. Beliau masuk ke dalam kamar. Tidak berapa lama kemudian saya mendengar suara suami yang menelepon temannya yang biasa membantu servis komputer kami. Beliau menceritakan masalah laptop, lalu menanyakan apa yang harus dilakukan, sekaligus membuat janji perbaikan laptop Sabtu depan.

Entah mungkin karena taktik kaidah 7-38-55 saya yang manjur, atau memang karena suami berpikir nantinya komputer rumah akan selalu saya kuasai kalau laptop tidak bisa dipakai (hihi), yang pasti suami ternyata melakukan hal yang saya ingin dia lakukan, meskipun tidak langsung dilaksanakannya saat saya minta. Alhamdulillah....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar